LEBIH NYAMAN TAPI BERDEBU: Jalan tol Makoba dilintasi jauh lebih nyaman dan cepat ketimbang jalan trans Kalimantan. Tapi harus hati-hati karena kecepatan tinggi potensi besar terjadi insiden.
Jalan tol Makoba (Melak akasia Kota Bangun). Adapula menyebutnya, jalan tol akasia. Beda nama tapi maksudnya sama. Sering beredar informasi larangan melintasi di jalan tol tersebut. Alasannya sering terjadinya insiden kecelakaan. Baik itu sesama masyarakat umum. Maupun dengan unit, perusahaan kayu bahan kertas, izin milik PT Akasia Andalan Utama (AAU). Tapi itu dulu. sekarang sudah boleh melintasinya lagi. Semoga bisa selamanya.
Catatan: Rudy Suhartono
Kenapa ke Samarinda, masih memilih jalan Tol Makoba? Jawaban singkatnya, pasti lebih dekat dan ruas jalannya tidak banyak tikungan. Berjarak sekitar 260 km ditempuh sekitar 6-8 jam. Ribetnya, cuma menumpang feri di Melak. Menyeberangi Sungai Mahakam, sekitar 10 atau 25 menit tergantung masa antre. Bayar feri Rp 25 ribu per unit roda empat.

JEMBATAN ATJ BELUM KELAR: feri di Kelurahan Melak Ilir, Kecamatan Melak, Kutai Barat. Akses kendaraan dari dan ke Jalan Tol Makoba. Bayar Rp 25 ribu per unit roda empat.
Media ini yang melakukan perjalanan dari Kutai Barat ke Samarinda, pada 31 Agusus 2024. Sempat diminta berhenti. Ketika akan melintasi di depan Pos Satpam PT AAU. Diberikan pengarahan oleh manajamen PT AAU. Alasannya, banyak pengendara umum kerap berkecepatan tinggi. Akibatnya sudah beberapa kali terjadi kecelakaan. Perusahaan, tidak ingin ada kasus kecelakaan lagi. Terutama, harus zero accident (kecelakaan nihil).
Disyaratkan, kendaraan umum untuk berhenti sesaat. Ketika berpapasan dengan truk fuso PT AAU. Ini hindari korban jiwa. Jika ada insiden, agar tidak rugi pengendara itu sendiri. Melainkan juga pihak perusahaan.
Memang di jalan tol Makoba banyak persimpangan. Kerap truk fuso PT AAU nongol mendadak. Rawannya lagi, fuso PT AAU membawa kayu bermuatan penuh. Sehingga sulit mengerem mendadak. Ini ketika, berpapasan kendaraan umum melaju kencang. Badan jalan pasir dan batu koral, posisi rem sulit cepat terhenti. Bisa terseret beberapa meter. Hingga membentur kendaraan lain. Belum lagi fuso PT AAU membawa bak memanjang. Tidak terbentuk bagian depan bisa dihempas bagian belakang. Memang rawan. Bahkan berpotensi insiden. Ini jika kendaraan umum tidak berhati-hati. Bukan saja merusak kendaraan. Melainkan berpotensi korban jiwa.

SEMOGA BISA DEWASA: Papan nama larangan melintas terpasang di pintu masuk jalan PT. Bakayan Jaya Abadi (BJA) diwilayah Kutai Barat. Ini akses pendekat ke jalan tol Makoba. Selain jalur lain melintasi Kampung Abit.
REFERENSI HUKUM
Sebenarnya, penutupan kendaraan umum tidak harus terjadi. Diharapkan, PT AAU harus rutin melakukan sosialisasi. Bila perlu diperbanyak spanduk, tanda yang harus dipatuhi pengendara umum.
Larangan kendaraan umum akan menjadi perlawanan dari masyarakat. Bisa dinilai, perusahaan bagian dari tindakan sewenang-wenang. Bahkan, bisa menciderai hukum serta keadilan.
Sebagai referensi hukum, dapat merujuk pada bagian 1 Pasal 1 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 mengatakan bahwa hak pemanfaatan terhadap lingkungan alam tidak boleh menciderai hak orang lain.
Kemudian, Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih sering dikenal dengan UUPA. Juga mengatur bahwa semua hak atas tanah berfungsi sosial. Sehingga untuk mewujudkan fungsi sosialnya, penggunaan tanah tidak boleh hanya mengutamakan kepentingan pribadi pemilik hak. Namun juga mempertimbangkan kepentingan sosial masyarakat dan negara.
Berikutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah dalam Pasal 28 Huruf b menyatakan dengan tegas bahwa pemegang hak guna usaha dilarang mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air.
Sejalan dengan hal itu Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, perseroan wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan tersebut.
Oleh karena itu perusahaan melarang melintas di jalan tol Makoba, dapat diartikan sebagai tindakan terganggunya mobilitas warga. Di samping itu, terdampak pada kegiatan sosial dan perekonomian warga yang harus menempuh perjalanan yang lebih jauh. Sehingga pihak perusahaan seharusnya membuka akses jalan dan mengambalikan fungsi sosial atas lahan yang ditutup.
Cara ini dapat melihat kedewasaan PT Fajar Prima Sakti (FSP). Perusahaan tambang batu bara dari anak perusahaan Bayan Group. Membangunkan jalan umum khusus sepanjang sekitar 40 km. Dari Kampung Abit, Kecamatan Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat. Badan jalan khusus ini dibuatkan khusus berdampingan jalan tambang. Disekat dengan tanah undukan. Ini dilakukan agar tidak menggangu aktivitas produksi tambang. Di sisi lain memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi warga yang sumber daya alamnya terus dikeruk dari perut bumi Tanaa Purai Ngeriman.
Semoga hal ini menjadi kedewasaan memberikan kebijakan. Sama-sama pihak diuntungkan. Semoga, PT AAU dan PT BJA kedepannya, bisa meniru PT. FSP. Atau membuat jalan jalur khusus. Niat baik PT AAU dan PT BJA ditunggu, sebelum banyak korban jiwa akibat insiden di jalan perusahaan. (***)
