JANGAN KORUPSI YA: Robertus Gatot Megantoro (kanan) menyampaikan materi, Mencegah Korupsi Pengelolaan Keuangan Desa. Materi ini disampaikan kepada peserta Pelatihan Peningkatan Kapasitas APD di Hotel Horison Sagita, Balikpapan, Senin (2/9/2024) malam
Banyak hal disampaikan Koordinator Pengawasan Bidang Akuntabilitas Pemda Perwakilan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) Kaltim, Robertus Gatot Megantoro. Tidak saja soal aturan yang membatasi perbuatan korupsi. Namun sejumlah pengalaman tindak korupsi terjadi di sejumlah daerah. Hal ini disampaikan, ketika dirinya pernah bertugas di Provinsi Papua dan Pulau Jawa.
Berikut laporan bagian ketiga dipaparkan Rudy Suhartono yang turut menjadi peserta Pelatihan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa (APD) di Hotel Horison Sagita, Balikpapan, dimulai 2-5 September 2024.
MEDIAOKE.KALTIM PERS- Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis 416 kasus korupsi selama tahun 2020. Ini bagian dari 10 besar kasus korupsi. Jumlah tersebut, tercatat 141 kasus korupsi di lingkungan pemerintah desa. Data tersebut, bahwa perangkat desa berpotensi penyumbang tertinggi dalam kasus korupsi tersebut.
Adapun aktor korupsi, 272 orang dari ASN (Aparatur Sipil Negara) yang terjerat korupsi. 174 orang pelakunya adalah pihak swasta. Kemudian terdapat 132 kepala desa yang juga turut terjerat kasus korupsi.
Kemudian ICW kembali merilis tahun 2021, tercatat 197 kasus. Meski jumlah kasus menurun dibandingkan tahun 2020. Namun 62 kasus anggaran desa menempati posisi teratas terjadinya korupsi.


Melihat kondisi ini, bahwa jajaran BPKP harus terus memperketat pengawasan. Hasil temuan observasi bidang pendidikan dan peran serta masyarakat, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat 20 titik potensi rawan korupsi di pemerintahan desa melalui pengelolaan keuangan desa. Adapun pelaku korupsi meliputi pelanggaran administrasi dan pidana.
MODUS KASUS KORUPSI
Berdasarkan pengalaman atas kinerja pemeriksaan, sejumlah modus korupsi yang dilakukan. Seperti di Papua. Ada seorang kepala desa yang mengambil habis anggaran desa di bank. Jumlahnya miliaran. Lantas uang tersebut dibawa pulang. Anehnya, uang itu hanya di letakkan di bawah meja. “Ada kejadian seekor babi peliharaannya sempat menarik-narik uang itu. Untung saja uang itu tidak hilang lalu diamankan,” kata Gatot, sembari tersenyum. Padahal, kata dia, uang yang ada di bank tidak boleh diambil semua. Melainkan dicairkan sesuai kebutuhan kegiatan di pemerintahan desa.
Ada kasus lainnya lagi, uang desa yang dicairkan malah dibelikan mobil. Termasuk kulkas (lemari es). Padahal di desa tersebut tidak ada aliran listrik. “Jadi kulkasnya itu malah menjadi tempat menyimpang bajunya,” tuturnya.
Ada pengalaman lainnya lagi, ada ketua BPD/BPK mantan anggota DPRD. Karena tidak lolos saat pemilihan legislatif kemudian pulang kampung. Saat di kampungnya terpilih sebagai ketua BPD/BPK. Kondisi ini membuat kepala desanya merasa strata pendidikannya rendah lantas semua keuangan desa diserahkan kepada ketua BPD/BPK. Ini juga aneh. Padahal BPD/BPK tidak boleh memegang keuangan kecuali hanya pihak pemerintah desa.


Kasus lainnya, terjadi di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di pulau Jawa. Saat dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, kepada bendahara kepala SKPD tersebut. Ditanya mana BKU (Buku Kas Umum). Sempat berkelit-kelit. Alasannya, semua transaksi keuangan tidak dicatat di BKU. Melainkan diketik menggunakan excel di laptopnya. Kemudian ditanya mana laptopnya. Dijawabnya, diantar ke tukang servis laptop. Karena rusak.
Tidak sampai di situ, BPKP kembali menanyakan lagi dimana alamat servisnya. Lalu dijawab sudah pindah dan tidak tahu alamat tukang servis yang baru. “Cara-cara seperti ini menandakan bahwa bendahara dimaksud telah melakukan perbuatan yang dianggap melakukan tidak pidana korupsi,” katanya. Karena tidak bisa memperlihatkan laporan keuangan yang seharusnya dilakukan sesuai aturan.
Gatot menyarankan, bagi bendahara desa harus bekerja sesuai aturan. Kemudian jangan merasa takut, ketika ada pihak APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) melakukan pemeriksaan. Justru takut itulah akan menimbulkan kecurigaan. “Kalau kita bekerja sesuai aturan, kenapa takut yak kan,” tukasnya.
Cerita lainnya lagi. Ada seorang pejabat yang melakukan hubungan dengan Wanita Idaman Lain (WIL). Hingga pejabat tersebut melakukan perbuatan korupsi dengan jumlah yang cukup fantastis. Saat dilakukan pemeriksaan oleh BPKP yang didukung oleh istri sah pelaku. Menjurus dugaan korupsi itu ada kaitannya dilakukan suaminya atau pejabat tersebut dengan WIL yang berprofesi sebagai sales barang. Ternyata benar, bahwa ada transaksi keuangan yang jumlahnya sangat besar. Terbukti melakukan tindak korupsi. Akibat pejabat dimaksud melakukan hubungan terlarang bersama WIL tadi. “Hati-hati karena tindak pidana korupsi bisa terjerumus ketika ada wanita di situ. Dan itu sering terjadi hanya karena ada wanita,” ungkapnya.
Upaya lain, menjurus ke bendahara dari pejabat tersebut. Untung saja, bendahara menyertakan bukti-bukti yang kuat adanya permintaan dana dari oknum pejabat korupsi tersebut. Baik itu bukti WhatsApp maupun bukti transfer sejumlah dana ke rekening pejabat itu. “Dasar itulah, belum dapat disangkakannya adanya keterlibatan bendahara terhadap kasus korupsi. Melainkan tertuju kepada pejabat dimaksud,” terangnya.
Namun setelah berjalan waktu, pejabat yang diduga korupsi itu meninggal dunia, sehingga kasusnya tidak dapat dilanjutkan. Yang turut memprihatinkan, bendaharanya yang tengah hamil juga menjadi korban. Karena bayi yang dikandungnya keguguran. Bisa jadi panik atas pemeriksaan itu atau kelelahan. “Saat itu kami benar-benar menyampaikan permohonan maaf. Namun suami dari bendahara tersebut tidak menyoalkan. Karena suaminya mengatakan, menjalankan tugas, sehingga tidak menyalahkan pihak kami,” terangnya.

Kapolsek Muara Pahu Iptu Suyoto (kiri) hadir kegiatan Pembinaan Peningkatan Kapasitas Anggota Badan Permusyawaratan Kampung tahun 2024 yang diselenggarakan DPMK Kubar di Gedung Balai Pertemuan Umum Kecamatan Muara Pahu, Rabu (28/8/2024).
DIPERIKSA POLISI
Akhir-akhir ini, ada sejumlah kepala desa yang turut menjadi pemeriksaan polisi dan kejaksaan. Padahal, kasus dugaan korupsi itu masih di ranah APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah). Misalnya saja masih ditangani oleh pihak Inspektorat.
Melihat kondisi ini, Gatot mengatakan dengan tegas. Bahwa pihak kepolisian dan kejaksaan tidak diperkenankan melakukan pemeriksaan, ketika masalah ini masih ditangani pihak inspektorat sebagai upaya pembinaan. “Kalau menurut saya, jangan mau diperiksa polisi dan kejaksaan. Kecuali jika pemanggilan itu dilakukan kepolisian menggunakan surat,” kata Gatot.
Kemudian atas dasar pemanggilan melalui surat resmi itu, lanjut dia, kepada desa wajib mendatanginya. Hanya saja, ketika ada dilakukan pemeriksaan, harus menjelaskan. Bahwa kasus ini masih ditangani oleh pihak inspektorat. “Hal ini wajib disampaikan agar pihak kepolisian dapat menunggu dulu hasil dari pemeriksaan oleh Inspektorat,” katanya.
Hal ini ditegaskan, karena ada sejenis kesepakatan antara kepolisian dengan pihak APIP. Bahwa, jika ada dugaan penyelahgunaan pengelola keuangan harus ditangani lebih awal oleh APIP. Setelah itu, jika terbukti melakukan perbuatan melawan hukum agar oknum kepada desa segera menyelesaikannya. Jika upaya pembinaan itu tidak digubris, langkah selanjutnya pihak APIP akan menyerahkan kepada pihak kepolisian melalui Satuan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Jadi begitu alurnya ya,” terangnya.
Sementara itu, Kapolsek Muara Pahu Iptu Suyoto menyebutkan, terkait pemeriksaan kepada para kepala desa belum pernah dilakukan. Namun hal ini menjadi bagian dari Satuan Tipikor Mapolres Kubar. “Kami selama ini hanya melaksanakan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas),” kata Suyoto, saat menjadi salah satu narasumber Pembinaan Peningkatan Kapasitas Anggota Badan Permusyawaratan Kampung tahun 2024 yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Kampung (DPMK) Kubar di Gedung Balai Pertemuan Umum Kecamatan Muara Pahu, Rabu (28/8/2024).
DANA CSR HARUS MASUK KE APBKAM
Selama ini dana PPM (Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat) atau Corporate Social Responsibility (CSR) tanggung jawab sosial perusahaan, dikelola oleh perusahaan itu sendiri. Sementara pihak pemerintah kampung sebagai kampung binaan hanya berupa barang atau kegiatan.
Menurut Koordinator Pengawasan Bidang Akuntabilitas Pemda Perwakilan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) Kaltim, Robertus Gatot Megantoro, seharusnya dana CSR atau PPM diserahkan kepada pemerintah kampung. Karena di nomenklatur APBKam (Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung) sudah ada pendapatan lainnya yang sah. Sehingga dana CSR atau PPM bisa dimasukkan di situ.
“Jadi tidak tepat lah jika dana CSR atau PPM itu malah dikelola sendiri oleh pihak perusahaan,” tegas Gatot. Apalagi pemerintah kampung hanya sekadar tanda tangani yang memuat jumlah nominal yang melaporkan sejumlah barang atau kegiatan. Karena dengan masukkan dana CSR atau PPM ke APBKam, agar mudah diawasi masyarakat termasuk pihak APIP dan APH.
Dia menyarankan, jika sejumlah perusahaan masih bersikeras bahwa dana CSR atau PPM dikelola pihak perusahaan. Maka pemerintah kampung jangan bersedia lagi menandatangi laporan keuangan yanh diminta pihak perusahaan yang menjelaskan nominal bantuan. Tapi cukup menandatangani hanya menyebutkan jumlah barang dan kegiatan saja tanpa merincikan jumlah nominalnya. “Karena itu tidak logis,” tegasnya. (rud/bersambung)