Nasib Batu Bara dan Pertanian di Kubar ? Samarinda Tegas Batasi Hingga 2026

BERBUAH FUNGSI : Lahan pertanian menjadi kawasan tambang batu bara sudah rusak. Akankah perusahaan secara jujur pasca tambang mengembalikan lahan pertanian yang akan diwarisi warga lokal. (foto:IST)

Sendawar, KALTIM PERS – Nasib batasan pertambangan batu bara di Kutai Barat (Kubar) belum jelas. Jika tidak dievaluasi dan pengawasan super ketat. Bukan tidak mungkin, semua lahan di Bumi Tanaa Purai Ngeriman akan habis. Lantas bagaimana kebijakan pemerintah? Jika tidak, maka lahan pertanian akan habis. Terus bagaimana nasib warga untuk membuka pertanian?

Seperti diketahui, selama ini beras saja harus mendatangkan dari pulau Sulawesi. Termasuk bawang merah, putih, tomat, wartel, kol, kentang hingga cabai. Sementara hasil pertanian di Kubar tidak mampu memenuhi kebutuhan warga.

Apakah selama ini Kubar selalu bergantung dengan luar daerah. Jika begini. Maka sesuai pribahasa tikus mati di lumbung padi. Padahal, Kubar memiliki lahan luas dan lahan tidur. Bahkan banyak lahan yang subur. Tidak saja, lahan perladangan maupun persawahan.

Berbeda dilakukan Pemkot Samarinda bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim telah membahas upaya penegakan regulasi yang lebih ketat dalam sektor pertambangan di wilayah Samarinda.  Ditegaskan, bagi perusahaan tambang tidak akan diperpanjang bagi izinnya habis hingga 2026. Hal ini dibahas khusus di Balai Kota Samarinda, Senin (24/02/2025) menyusul perubahan besar dalam regulasi melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang memberikan wewenang izin pertambangan oleh pemerintah pusat kepada ormas keagamaan, koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Asisten II Ekonomi Pembangunan Pemkot Samarinda, Marnabas Patiroy menjelaskan bahwa, salah satu isu utama yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah pengawasan dan pengelolaan pasca tambang. “Kita minta juga pengawasan diperketat,” kata Marnabas, dilansir Tribun Kaltim.

Marnabas juga menggarisbawahi pentingnya pengelolaan pasca tambang yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) guna menjamin keberlangsungan kesuburan tanah. Proses pertambangan seharusnya dimulai dengan pengambilan lapisan tanah subur setebal 15-20 cm, yang kemudian disimpan sementara sebelum batu bara ditambang.  “Pasca tambang kalau sudah selesai, ambilkan tanah dari luar yang sesuai dengan batu bara yang diambil ditambah tanah yang tadi digali, baru direboisasi maka aman sebenarnya kalau mau mengikuti SOP-nya,” jelasnya.

Marnabas menambahkan, perusahaan pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah yang telah diambil ke lokasi asalnya setelah kegiatan pertambangan selesai. (rud/KP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *