Sendawar, KALTIM PERS– Wartawan bukan kebal hukum. Siapa saja yang melakukan tindak pidana bisa dijerat hukum. Sejumlah kepala kampung alias petinggi di Kutai Barat (Kubar) sering mengeluh. Lantaran ada oknum warga yang belakangan mengaku jadi wartawan. Bermodalkan media online tanpa dibekali pelatihan jadi wartawan. Ada yang berlatarbelakang berbagai profesi. Eh, malah jadi wartawan.
Wartawan itu tanpa gaji dari perusahaan persnya. Modusnya, minta bertemu kepala kampung atau pejabat teras di kabupaten. Atau wartawan itu, ada pula yang menghadiri suatu acara resmi. Lantas minta waktu wawancara khusus.
Namun ujung-ujungnya minta uang. Berbagai alasan. Uang transportasi liputan. Padahal tidak diundang. Bahkan tidak diperlukan. Adapula ancaman. Jika tidak memberikan uang informasi yang didapatkan atau hasil wawancara, akan diviralkan di medianya. Kejam memang ini orang.
”Saya pernah didatangi oknum wartawan minta wawancara. Sekalinya isi wawancara malah menyudutkan saya. Kan aneh ini,” kata salah seorang petinggi di Kecamatan Muara Pahu. Lantas usai wawancara, oknum wartawan itu memaksa minta uang transportasi. Meski dinyatakan tidak ada uang tapi malah memaksa. Dikasih Rp 500 ribu, malah minta tambah hingga jutaan rupiah. Hal senada diakui sejumlah petinggi di Kubar.
Aksi wartawan tanpa gaji dari perusahaan pers ini mulai meresahkan para kepala kampung. Bahkan hingga kepala dinas di lingkungan Pemkab Kubar.
Wartawan yang jelas itu. Punya gaji oleh perusahaan pers dimana dirinya bekerja. Jadi kalau wartawan itu punya media tapi tidak ada gaji. Nah ini yang akan menjadi masalah. Bisa jadi, untuk mendapatkan uang dengan cara memeras para narasumber. Cara ini tidak dibenarkan dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Bahkan prilakunya sangat melanggar hukum. Jadi para korban bisa melaporkan kepada penegak hukum.

Wartawan itu bekerja profesional dan punya budaya malu. Atau punya urat malu. Bukan suka mengkritik. Justru dirinya sendiri yang bersifat memeras. Lebih buruk perbuatannya dari pihak-pihak yang dikritik.
WARTAWAN DITANGKAP
Sikap tegas kepada oknum wartawan itu sudah dilakukan di Polres Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Menangkap wartawan media online berinisial ZA (47) dan HA, 40. Oknum wartawan itupun mengaku juga sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) ditangkap polisi, Senin (20/1).
Penangkapan ini bermula ketika dua pelaku tersebut mengaku telah menemukan salah satu proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah desa dinilai tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Mereka kemudian mengklarifikasi pembangunan tersebut.
Menanggapi temuan tersebut, kepala desa (kades) kemudian menjelaskan pembangunan tersebut sesuai dengan apa yang telah ditanyakan.
Meski sudah dijelaskan, kedua oknum tersebut tidak mau tahu. Bahkan, menilai bangunan tersebut tidak sesuai, kemudian langsung meminta uang Rp 7 juta.
Uang tersebut disebutkan bakal digunakan sebagai uang tutup mulut. Jika tidak dituruti, maka akan melaporkan temuan tersebut pada Inspektorat dan Kejaksaan Kabupaten Probolinggo.

“Dugaan kasus pemerasan bermula ketika korban menerima surat dari tetangganya yang berisi klarifikasi dugaan tindak pidana korupsi pelaksanaan proyek. Korban langsung menghubungi HA menyelesaikan masalah yang dilaporkan tersebut. Namun, HA langsung meminta uang,” ujar Kasat Reskrim Polres Probolinggo AKP Putra Adi Fajar Winarsa.
Karena tidak memiliki uang yang diinginkan, maka kades tidak segera memberi uang.
Akhirnya Minggu (19/1), HA kembali menghubungi Kades Kropak seraya memaksa agar menyediakan uang tersebut dan akan diambil keesokan atau Senin (20/1/2025).
Alasannya karena telah diminta oleh ZA, rekannya. Melalui pesan suara, HA meminta uang segera disediakan sehingga masalah dapat segera diselesaikan. Dasar inilah polisi memproses hukum terhadap kedua wartawan tersebut. (rud/KP)