Imam yang Wafat saat Salat Itu Gemar Baca Ar Rahman dan Tegas soal Pendidikan

Seorang imam meninggal saat salat berjemaah. Kami menemui keluarga besarnya untuk mengetahui sosok almarhum.

Oleh Surya Aditya

MENGENAKAN gamis putih dan peci hitam, Syamsul Bahri memimpin jalannya salat subuh berjemaah di Masjid Jami Al Ula, Kelurahan Baru Ilir, Balikpapan Barat. Ibadah semula berjalan khusyuk. Takbiratul ihram, membaca surah Al Fatihah, surah pendek, ruku, iktidal, semua dituntaskan Syamsul dengan baik.

Hingga akhirnya ibadah memasuki bagian sujud pertama. Syamsul tak kunjung mengucapkan takbir. Dalam rekaman video yang beredar di media sosial, lelaki berusia 59 tahun itu tergeletak di lantai. Seorang makmum bergegas menggantikan Syamsul sebagai imam.

Pada subuh yang dingin itu, Selasa, 2 Januari 2024, Syamsul dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Bersalin Sayang Ibu. Rumah sakit itu berjarak 1,2 kilometer dari Masjid Jami Al Ula. Setelah serangkaian pemeriksaan, rumah sakit memberikan kabar duka kepada pihak keluarga.

Syamsul, seorang ayah yang dikenal gemar salat bersama-sama, telah kembali ke haribaan Ilahi. Hari itu juga, jenazahnya dikebumikan di TPU Muslimin Taman Merdeka, Baru Tengah.

“Bapak memang punya penyakit jantung,” kata Andhi Bintang Putra, putra sulung Syamsul di kediamannya di Baru Tengah, Rabu, 3 Januari 2023. Penyakit tersebut, sambungnya, pertama kali menyerang Syamsul pada Agustus tahun lalu. Sempat diobati.

“Yang Selasa itu adalah serangan kedua,” imbuhnya.

Keluarga besar Almarhum Syamsul Bahri Syamsul di Kelurahan Baru Ilir, Balikpapan Barat. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID

Keluarga besar Almarhum Syamsul Bahri Syamsul di Kelurahan Baru Ilir, Balikpapan Barat. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID

Syamsul adalah pria kelahiran Kelurahan Balangnipa, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, 7 Maret 1967. Ia diperkirakan merantau ke Balikpapan pada 1989. Di kota inilah, ia menemukan pujaan hatinya, Supiati. Dari pernikahannya itu, Syamsul dikaruniai lima anak; empat pria dan satu perempuan.

Syamsul adalah seorang sarjana teknik pertambangan. Ia punya satu keinginan sebelum wafat. Semua anaknya harus mendapatkan pendidikan yang tinggi. Keinginan itu hampir jadi kenyataan. Dari kelima anaknya, tinggal si putri bungsu yang masih duduk di bangku SMA. Selebihnya sudah dan sedang berkuliah.

Andhi, 28 tahun, merupakan lulusan Fakultas Kedokteran, Nanjing Medical University, Tiongkok. Selepas menempuh pendidikan selama enam tahun di Negeri Tirai Bambu itu, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Hasanuddin, Makassar, selama setahun. Kini, ia mengabdi sebagai dokter IGD RSUD Sayang Rakyat di Kota Anging Mammiri.

Syamsul memang merupakan sosok yang tegas soal pendidikan di mata keluarga. Andhi mengingat sebuah kenangan saat berkuliah di Tiongkok. Suatu hari, melalui sambungan telepon, ia mengabarkan kepada ayahnya untuk pulang ke Indonesia. Bapaknya itu tidak setuju. Andhi malah diomeli.

“Jangan. Jangan pulang dulu. Selesaikan dulu kuliahmu, baru pulang,” ucap Syamsul sebagaimana dituturkan ulang oleh Andhi. Syamsul disebut menyadari bahwa ilmu yang tinggi adalah bekal paling instan menyelamatkan anak-anaknya di dunia dan akhirat.

“Dengan ilmu, kita bisa berbagi kepada sesama,” sambungnya

Bukan hanya pendidikan formal, ketegasan Syamsul juga ditunjukkan kepada pendidikan agama. Andhi mengenang, ayahnya hampir setiap hari mengingatkan anak-anaknya ihwal salat wajib dan sunah. Prinsip ini tidak lepas dari kebiasaan Syamsul. Salat lima waktunya di masjid disebut nyaris tak pernah putus saban hari. Demikian pula salat tengah malam dan duha.

Masjid Jami Al Ula, Kelurahan Baru Ilir, Balikpapan Barat. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID

Masjid Jami Al Ula, Kelurahan Baru Ilir, Balikpapan Barat. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID

Demikian halnya dengan mengaji. Andhi bercerita, ayahnya pasti membaca Alquran saat waktu luang atau sedang menunggu. “Saat Ramadan, kalau orang lain menargetkan membaca satu juz satu hari, beliau bisa selesai 10 juz satu hari,” ceritanya.

Hari-hari Syamsul banyak dihabiskan di Apotek Arief Rahman di Baru Tengah. Nama apotek itu adalah nama anak kedua Syamsul. Ia membuka toko obat itu pada 2000 atau saat Arief Rahman berusia enam tahun. Pemberian nama apotek itu diselingi doa, anaknya itu menjadi apoteker.

“Alhamdulillah, adik saya sekarang betulan jadi apoteker di RS Tentara (Balikpapan),” beber Andhi.

Sementara itu, Syamsul dikenal gemar ke masjid. Hal itu diamini Miming, marbut Masjid Jami Al Ula. Lelaki berusia 43 tahun itu sampai menitikkan air mata mengenang Syamsul. Pernah, cerita Miming, Syamsul datang ke Masjid Jami Al Ula saat hujan lebat. Tujuannya tak lain menunaikan rukun Islam kedua.

“Saat bulan puasa, almarhum tak pernah absen mengirimkan makanan buka puasa ke sini,” kenangnya ditemui di Masjid Jami Al Ula.

Miming mengatakan, saat menjadi imam, Syamsul paling sering membaca Surah Ar Rahman. Ayat ke-13 dalam surah tersebut memiliki arti, “Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan?” (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *