Jakarta, KALTIM PERS – Potensi menjadi pengjarin atau pembuat ukiran seni budaya lokal yang baik. Karena bisa menjadi lahan bisnis yang mengikurkan. Bahkan regenerasi menjadi pengukir sebenarnya cukup banyak.
Contoh minat pemuda di Kampung Tering Baru, Kecamatan Tering, Kutai Barat (Kubar) untuk menjadi pengukir semakin tergerus. Hal ini seiring kian beragamnya peluang kerja. Ditambah lagi, kemauan dan kesadaran kian menipis, sehingga turut mengancam kelestarian seni ukirnya.
“Kalau tidak ditangani sekarang, lambat laun pengukir tersebut semakin menghilang,” ungkap Alfonsus Orozco Legang Juan, pengukir asal Kampung Tering Baru, seusai melakukan demo mengukir, di stan Disdagkop UKM Kubar, pada Pameran International Trade Fair (Inacraft) 2025, di Jakarta Conventation Center (JCC), Rabu (5/2/2025). Apalagi hingga kini, tercatat jumlah pengukir di Kampung Tering Baru, hanya 3 orang. terdiri 2 pria itu bernama Alexsius Nyurang dan Marianus Nyuk Jaang yang sudah berusia sekitar 50 sampai 60 tahun. Sedangkan saya sendiri, berusia 23 tahun.

Untuk menemukan seorang pengukir di kampungnya saja, bisa dibilang mencari jarum di tumpukan jerami. Untuk itu, sudah sepatutnya pengukir patut beregenerasi dan dilestarikan. Supaya hasil produk ukiran dari pengukir tersebut tetap lestari serta tidak punah atau tergerus dengan zaman.
Terpisah, Sekretaris Disdagkop UKM Kubar Godefridus mengatakan, agar kearifan lokal ini tetap terjaga, diperlukan upaya pelestarian ukir dalam wujud nyata, baik dari pengukir sendiri maupun kebijakan pemerintah.

Langkah ini penting, agar seni ukir berikut aktivitas ekonomi, sosial dan budaya yang merupakan efek turunannya tetap ada di Kubar. Terutama, di Kampung Tering Baru. Salah satu langkah yang harus segera dilakukan yakni, melakukan pemetaan pengukir berdasarkan tingkat keterampilan pengukir. Jadi tidak hanya jumlah pengukirnya saja, tetapi lebih spesifik lagi berdasarkan keahlian yang dimiliki. “Apakah skill dasar, terampil atau mahirnya bisa nanti diketahui kalau ada mapping itu,”terangnya.

Menjaga eksistensi dan regenerasi dari pengukir ini, Disdagkop UKM sendiri sudah melakukan pelatihan mengukir, di Kampung Engkuni Pasek, pada 2024 lalu. Begitu juga, nanti akan kita lakukan terhadap pengukir di Kampung Tering Baru. Hal ini supaya pengukir tetap tergenerasi dan tidak punah.

Mari pertahankan ciri khas dan motif ukiran di kampungnya masing-masing. Hal ini merupakan identitas daerah, agar mudah dikenal masyarakat luar dan tetap menjaga eksistensi. ”Keahlian seni ukir itu harus menjadi warisan kepada generasi muda kampung setempat, mengingat seni ukir tidak hanya sebagai sumber penghasilan, tetapi juga kebanggaan budaya warisan turun-temurun dari leluhur,”ujarnya. (yan/KP)