Semenisasi Jalan di Kota Tebersit Sia-sia, Beli Sayuran Lebih Murah Datang ke Kebun

JAUH LEBIH DEKAT : Rigid (beton bertulang) di Pembangunan Perumahan Korpri Kampung Sumber Sari terkoneksi ke Jalan N Muara Tiga Kampung Ngenyan Asa dengan mudah dilintasi kendaraan roda dua. Kawasan ini berpotensi menjadi pemukiman besar ke depannya.

Pembangunan badan jalan Rigid atau beton bertulang sekitar 1,5 kilometer (km) di Jalan Manunggal RT 9 Perumahan Korpri, Kampung Sumber Sari, Kecamatan Barong Tongkok, awalnya tebersit sia-sia. Jalan semenisasi sepanjang 1,5 km itu, yang 500 meter lintasi perumahan Korpi, sisanya sekitar 1 km hanya semak belukar dan pohon karet. Lalu terpikir, kenapa tidak lebih baik dialihkan ke kampung yang akses jalannya masih terisolir?

TERNYATA, setelah menyusuri ruas jalan itu menggunakan kendaraan roda dua, dipenghujung jalan terkoneksi ke Jalan Muara Tiga RT 1 Kampung Ngenyan Asa, Kecamatan Barong Tongkok. Kalau ditotal hampir 3,5 km dari Jalan Muara Tiga ke Jalan Manunggal. Lebar badan jalan semenisasi 4 meter lebih. Sebetulnya, bisa dilintasi roda empat. Namun untuk sementara hanya masih bisa dilintasi kendaraan roda dua. Ini disebabkan dari arah Jalan Manunggal sekitar 20 meter jalan tanah terkoneksi jembatan kayu ulin, menyeberangi anak sungai masih belum diperbaiki. Jalan itu rusak berlubang dalam, karena erosi air hujan.

PINTU MASUK : Jalan N Muara Tiga RT 1 Kampung Ngenyan Asa lintasan ke akses jalan yang terhubung ke Jalan Manunggal RT 9 Kampung Sumber Sari dan RSUD HIS. Memang jauh lebih dekat.

Warga mengakui sangat senang, karena jalan ini sudah disemenisasi oleh Bupati FX Yapan. “Banyak pengendara roda dua melintasi jalan ini pak,” kata Jumadi (55), warga asal Malang, Jawa Timur yang sudah membuka kebun di pinggir Jalan Muara Tiga RT 1 Kampung Ngenyan Asa. Akses jalan ini, memperpendek jarak dari Ngenyan Asa ke Kampung Sumber Sari atau ke RSUD Harapan Insan Sendawar (HIS) di Jalan Hasanuddin Kampung Sekolaq Joleq, Kecamatan Sekolaq Darat.

Badan jalan yang sudah disemenisasi ini, sehingga hasil pertanian sangat mudah dijual karena didatangi para tengkulaq. Di samping itu, mendorong warga pemilik tanah akan membangun pemukiman baru ke depannya.

BAKAL JADI KAWASAN PEMUKIMAN BESAR : Puluhan perumahan Korpri di Jalan Manunggal RT 9 Kampung Sumber Sari akan menjadi pemukiman padat. Lebih dekat ke kantor bupati, RSUD HIS dan fasilitas umum lainnya.

Demikian pula di Perumahan Korpri melalui yang ditawarkan oleh Graha Sendawar Asri yang sudah dipetak-petak lahannya sedang dibangun perumahan. Bukan tidak mungkin kawasan hutan yang diapit Jalan Mangku Aji Kampung Belempung Ulaq, Kecamatan Barong Tongkok dan Jalan Sendawar Raya, Kampung Ngenyan Asa, kedepannya akan menjadi bagian dari pemukiman baru. Apalagi secara geografis, kawasan ini sangat dekat dengan Kantor Bupati Kutai Barat, RSUD HIS, dan fasilitas umum lainnya.

BUKA PERTANIAN

Lahan subur seluas 4 hektare dibuka pertanian oleh Jumadi, sejak 2 tahun lalu. Berawal seorang diri merantau dari daerah asalnya di Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang, Kota Malang, Provinsi  Jawa Timur berdomisili ke Kutai Barat. Hingga 2024 ini, sudah sekitar 11 tahun lalu meninggalkan kampung halamannya. Membuka kebun berpindah-pindah. Hanya meminjam lahan warga lokal. “Saya hanya pinjam lahan membuka pertanian. Kalau pemilik lahannya meminta akan menggunakan kembali lahannya, ya saya serahkan ke pemiliknya. Kemudian saya pindah meminjam pemilik lahan lainnya untuk membuka pertanian lagi,” kata suami dari Sriatun yang telah dikaruniai seorang putra dan putra.  

Kebun berpindah-pindah dilakukan guna mencukupi hidup di Bumi Tanaa Purai Ngeriman. Setelah sekian tahun tinggal di Kutai Barat, dia memboyong istrinya. Kemudian memboyong juga seorang putrinya yang sudah menikah dan seorang cucu dari Malang. “Sekarang dua cucu saya. Keduanya putri. Seorang cucu lahir di Malang dan satu cucunya lahir di Kutai Barat,” terangnya.

LEBIH NYAMAN : Jumadi (55) mengaku lebih nyaman tinggal di Kutai Barat. Meski hasil pertanian tidak memuaskan karena kemarau tapi masih bisa untuk menyambung hidup. Meski Jumadi dan istrinya menempati rumah sederhana. Maklum karena kerap berpindah-pindah.

Jumadi menempati rumah sederhana seluas sekitar 3×4 meter. Berada di pinggir jalan Muara Tiga. Berjarak sekitar 50 meter rumah putrinya berukuran hampir sama rumah Jumadi. Atap seng dan berdinding bahan seadaanya.

Setiap hari Jumadi dibantu istri dan menantunya, merawat kebunnya. Menanam tomat, cabai, pare, terung (baca: terong), kacang panjang, dan jagung. Dalam masa tanam memerlukan biaya sekitar Rp 10 juta. Untuk membeli pupuk, bahan membasmi hama, dan bibit. Keberhasilan dari berkebun dilihat dari kondisi alam.

PERBAIKI MESIN SEMPROT : Bersyukur ada pengetahuan bisa memperbaiki mesin semprot yang rusak. Mesin ini membantu menyuburkan tanaman ketika musim kemarau. Tanpa air tanaman sayuran akan mati.

Musim kemarau saat ini, hasil pertanian sedikit merugi. Karena banyak tanaman yang tumbuh tidak subur. Hal ini berpengaruh hasil panen. “Ya Syukur-syukur hasilnya bisa kembali modal awal Rp 10 juta. Kemudian bisa beli beras untuk makan sehari-hari. Kalau musim penghujan kisaran Rp 1 juta per bulan,” terangnya. Syukurnya itu, sekali masa tanam, bisa panen berkali-kali. Seperti tanaman tomat, cabai, dan terong.

Memasarkan hasil panen, Jumadi mengakui terpaksa dijual sangat murah. Karena di Kutai Barat belum ada pasar umum selayaknya di Jawa. Pasar lelang yang menjual semua hasil kebun berupa sayur-sayuran. “Kalau di Kutai Barat kita jual sendiri sangat sulit bisa laku cepat. Terpaksa hanya pasrah dibeli langsung oleh tengkulak yang datang ke kebun. Di samping itu waktunya tidak sempat jual sendiri ke pasar karena harus merawat tanaman setiap hari,” terangnya.

PANEN TERUNG : Jumadi memanen terung di kebunnya. Meski harga murah namun mengaku senang karena hasilnya masih biaya mencukupi biaya hidup di Kutai Barat.

Misalnya saja, harga jagung Rp 3 ribu per buah. Namun musim tahun baru harganya malah murah Rp1.500 per buah. Harga tomat Rp 3 ribu – Rp 20 ribu per kg. Buah pare Rp 5-10 ribu per kg, kacang panjang Rp 2-10 ribu per kg, dan terung Rp 5 -10 ribu per kg.

Melihat hasil pertanian yang minim ini, kerap dijadikan warga malas membuka lahan pertanian. Jikapun ada hanya untuk dikonsumsi sendiri. Atas kedatangan warga luar, menjadikan surga murahnya harga pertanian. Khususnya yang membeli langsung ke kebun. (adv/diskominfo/rud/KP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *