AUDIENSI : Ketua DPC APDESI Kutai Barat Edy Sopyan Hadi dan Inspektur Inspektorat Kutai Barat RB Bely (kanan), usai pertemuan di Kantor Inspektorat Kutai Barat, beberapa bulan lalu.
mediaoke. KALTIM PERS – Inspektorat Kutai Barat akan membentuk tim di tingkat pemerintah kecamatan. Tugas tim ini, untuk melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) pengelolaan Anggaran dan Pendapatan Belanja Kampung (APBK) se-Kutai Barat.
Langkah Inspektorat Kutai Barat membentuk tim ini, menindaklanjuti arahan Wakil Bupati Kutai Barat, Edyanto Arkan. Ditegaskan oleh orang nomor dua di Pemkab Kutai Barat, pada rapat koordinasi (rakor) dan sosialisasi pembentukan tim monev pengelolaan keuangan kampung se-Kutai Barat, di Hotel Mercure, Samarinda, Senin (18/11/2024). Wabup mengatakan, langkah tim monev ini dilakukan sebagai implementasi Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Dana Desa.
Tim monev pemerintah kecamatan ini kata Wabup, agar pengelolaan APBK dilakukan secara transparan dan akuntabel. Di samping itu, pengawasan akan dilakukan lebih ketat, untuk mencegah penyalahgunaan anggaran.
Sementara itu, Inspektur Inspektorat Kutai Barat, RB Bely menambahkan, pembentukan tim monev pemerintah kecamatan, upaya terobosan strategis untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan kampung. “Apabila penyalahgunaan ini dapat diminimalisir. Otomatis penggunaan dan tujuan APBK dapat terwujud terutama pembangunan kampung dan peningkatan ekonomi rakyat di kampung itu sendiri,” tegasnya.
ADVOKASI HUKUM
Sementara itu sejumlah kepala kampung yang tergabung di dalam organisasi DPC Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kutai Barat telah menyepakati salah seorang kepala kampung sebagai koordinator tim advokasi hukum dan media massa. Terkait tim advokasi hukum dan media massa dan langkah-langkahnya dibahas dalam pertemuan khusus di Rumah Makam Wong Solo, Kelurahan Simpang Raya, Kecamatan Barong Tongkok, Kutai Barat, Kamis (21/11/2024). Pertemuan dipimpin ketua DPC APDESI Kutai Barat, Edy Sopyan Hadi dan dihadiri sejumlah kepala kampung. Pertemuan ini, menindaklanjuti pertemuan awal di tempat yang sama pada, Rabu (30/10/2024).
Adapun tujuan dibentuknya tim Advokasi Hukum, sebagai serangkaian tindakan pemberian bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, serta pemberian pembinaan hukum. Karena masih banyak para kepala kampung yang tidak mengerti dalam kasus hukum, jika terduga bersalah. Padahal, perbuatannya belum pasti bersalah, namun sudah dimanfaatkan pihak tertentu.
Sedangkan tujuan dibentuknya tim media massa oleh pemerintah kampung, menyikapi prilaku ada oknum yang mengaku wartawan, tapi prilakunya melakukan memeras. Tindakannya melanggar kode etik jurnalistrik dan melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Menyikapi hal ini, Tim Advokasi dan Hukum dan Media Massa akan mengambil tindakan,” tegas Koordinator Tim Advokasi Hukum dan Media Massa, Rudy Suhartono. Bahkan, baru-baru ini ada kasus oknum wartawan sudah memanfaatkan kepada salah satu pemerintah kampung tengah berproses hukum di Polres Kutai Barat. Oknum wartawan itu meminta imbalan Rp 25 juta. Dijanjikan, akan membantu meringankan proses hukum, yang nyatanya janji tersebut tidak benar.
Sementara itu, pengurus PWI Kutai Barat mengaku, kecewa ada oknum yang mengaku wartawan dan memeras kepala kampung. Hal ini jelas-jelas tidak dibenarkan. Bahkan oknum yang mengaku wartawan tersebut tidak terdaftar sebagai anggota PWI Kutai Barat.
Kasus lainnya dipaparkan, Rudy ada pengakuan salah satu pemerintah kampung di Kutai Barat telah didatangi orang oknum mengaku, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti korupsi. Lalu oknum LSM itu mengaku punya data terkait dugaan penyalahgunaan dana kampung. Padahal data yang valid itu, ada di Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kutai Barat, hasil pengawasan. Ternyata ujung-ujungnya data dugaan penyalahgunaan dana kampung dipegang LSM anti korupsi itu, hanya rekayasa. Lantas dia meminta sejumlah uang kepada para kepala kampung tersebut. “Lantas, LSM anti korupsi itu meminta uang Rp 1,5 juta. Namun kepala kampung yang hanya merasa kasihan lantas memberi uang transportasi Rp 500 ribu. Saat itu, terjadi insiden yang tidak menyenangkan,” kata Rudy yang mendengar pengakuan salah satu kepala kampung yang menjadi korban oknum LSM anti korupsi tersebut.
Uang Rp 500 ribu yang diserahkan, malah dibanting di depan kepala kampung. Lantas LSM anti korupsi itu mengaku, uang Rp 500 tersebut tidak cukup. Namun oknum LSM anti korupsi memaksa meminta uang Rp 1,5 juta. Permintaan LSM tersebut, tidak diindahkan oleh kepala kampung. Akhirnya LSM tersebut meninggalkan kantor kepala kampung tanpa mendapatkan uang Rp 1,5 juta.
Melihat kasus ini, sangat disesalkan. LSM anti korupsi yang perbuatan bertolak belakang dengan nama, LSM anti korupsi tersebut. “Kasus ini tentu tidak bisa dibiarkan. Karena informasi dari sejumlah kepala kampung prilaku LSM anti korupsi ini kerap mendatangi kampung-kampung lainnya. Kemudian melakukan perbuatan serupa,” terangnya.
Terkait adanya Tim Advokasi Hukum itu, dia menjelaskan, bukan bermaksud membela yang nyata-nyata perbuatan aparatur kepala kampung melanggar hukum. Namun upayanya, lebih kepada pencegahan. Di samping itu, Advokasi hukum akan melakukan pembinaan dengan aparatur kampung yang akan diagendakan. “ Advokasi hukum akan memberikan bimbingan pencegahan. Di samping itu, membantu aparatur kampung yang juga dihadapkan ketika ada masalah hukum dengan pihak lain yang menghambat pembangunan dan pelayanan masyarakat di kampung,” terangnya.
Untuk identitas oknum mengaku wartawan dan LSM anti korupsi sudah dicatat oleh pihak DPC APDESI Kutai Barat. Berikut bukti-bukti transfer dan lainnya. Menyikapi kasus ini, apakah akan dibawa ke ranah hukum akan menunggu itikad terlebih dahulu dari keduanya oknum tersebut. (adv/diskominfo/rud/KP)