Mencuat Paksa, Diujung Jabatan Bupati

Jelang purna tugas pucuk pimpinan di negeri ini, sudah bukan jadi rahasia umum. Banyak jasanya tapi seketika lenyap, hanya satu atau beberapa cerita yang dinilai keburukannya. Padahal informasi yang disebarkan itu, belum tentu keasliannya. Layaknya gosip, artinya makin digosok makin sip. Seperti dialami Jokowi, mantan Presiden RI yang banyak jasa membangun negeri. Namun masih ada pihak tertentu yang memviralkan cerita buruk. Kondisi ini hampir serupa tengah dialami FX Yapan sebagai orang nomor satu di Pemkab Kutai Barat, yang akan berakhir pada penghujung Desember 2024.

Catatan : Rudy Suhartono

SEMPAT ditanyai beberapa pihak. “Kenapa bapak (Yapan) malah dimusuhi. Bahkan ada pihak-pihak yang sepertinya meninggalkannya. Namun dirinya, hanya menjawab santai sambil tertawa kecil. “Saya belajar sifat.Jadi keburukan itu harus dibalas kebaikan,” kata FX Yapan, pernah menjadi anggota DPRD Kutai (kini, Kutai Kartanegara) era Bupati Kutai almarhum H Syaukani HR.

TANDA KEHORMATAN : Empat tokoh mendapatkan penghargaan dari PWI Kutai Barat, Bupati FX Yapan (dua kiri), Abdul Rahman Agus , Wilhelmus dan Rudy Suhartono diapit ketua PWI Kaltim Abdurahman Amin (kiri) dan Ketua PWI Kutai Barat Alfian Nur (kanan)

Dirinya mengungkapkan hal ini, saat memberikan sambutan kali pertama di Kutai Barat, dilakukan pelantikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kutai Barat periode 2024-2027. Pelantikan PWI Kutai Barat dipimpin Alfian Nur itu dilakukan Ketua PWI Kaltim, Abdurahman Amin di Gedung Aji Tulur Jejangkat Kantor Bupati Kutai Barat, Kamis (31/10/2024).

Berkaitan dengan pelantikan PWI, FX Yapan, menitip pesan agar terus membangun Kutai Barat. Yang terpenting terciptanya keamanan. Karena itu modal penting dalam pembangunan. Dengan harapan, bahwa hari esok lebih baik daripada hari ini.

Di sesi sambutan FX Yapan tersebut, tak terasa menghabiskan waktu hampir 45 menit. “Maaf agak lama saya menyampaikan sambutan ini,” kata FX Yapan. Momentum tersebut, FX Yapan mengungkapkan mulai ada beberapa pihak ‘menyerang’ diri tentang Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang sedang viral di media sosial jelang Pilkada 2024. Bahkan ada rekan yang sesama seperjuangan menuding FX Yapan tidak ada niat membangun Kutai Barat.

Tak hanya cerita buruk, namun dirinya juga berkesempatan beberapa kepala daerah di Kaltim yang sempat kagum kepada FX Yapan, berhasil mendatangkan Presiden Joko Widodo ke Kutai Barat, 3 November 2023. Padahal, sambung para kepala daerah tadi, jika presiden datang, harus ada proyek yang diresmikan. Jadi tidak semudah mendatangkannya. Termasuk keberhasilan Kutai Barat mampu 9 kali berturut-turut memperoleh penghargaan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Kaltim atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Kutai Barat.

TIDAK MAU AMBIL RISIKO JUGA: Presiden Joko Widodo (kanan) meninjau proyek Hambalang di Jawa Barat, yang bermasalah itu. Hingga purna tugas Jokowi tidak melanjutkannya.

PAKAI ATURAN BUKAN LOGIKA

Di tengah viralnya informasi di media sosial, FX Yapan mengatakan, masih ada pihak tertentu yang berpola pikir bukan lagi menggunakan aturan melainkan logika. Padahal, ketika bicara logika itu suatu pernyataan yang belum tentu benar semua.

Sebagai contoh kecil. Ada pihak yang menyoalkan. Kenapa ada perusahaan tambang yang menimbun kayu. Padahal jika kayu itu ditimbun sangat merugikan. Lebih baik dimanfaatkan kayu sebagai material bangunan dan lainnya. Secara logika itu betul. Tapi secara aturan tidak semudah itu. Melainkan, kenapa kayu itu ditimbun oleh perusahaan karena jika ingin memanfaatkan kayunya harus mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

Demikian soal 3 proyek besar multiyears di Kutai Barat yang terhenti oleh pemerintahan sebelumnya. Lantas, FX Yapan, disalahkan tidak ada niat membangun Kutai Barat, untuk melanjutkannya. ke-3 proyek itu yakni jalan dua jalur Jalan Bung Karno, Kecamatan Barong Tongkok – Kampung Mencelew Kecamatan Linggang Bigung. Kemudian, proyek pembangunan Pelabuhan Royoq, Kampung Sekolaq Oday, Kecamatan Sekolaq Darat. Kemudian, proyek jembatan Aji Tulur Jejangkat (ATJ) di Kelurahan Melak Ilir, Kecamatan Melak.

Secara logika, kata FX Yapan, betul proyek terhenti kenapa tidak dilanjutkan akan sia-sia karena uang rakyat sudah banyak dihabiskan oleh pemerintah sebelumnya. Tapi ini berbeda, ketika melihat dari sisi aturan. 

Jika menilik langkah mantan Presiden Joko Widodo, yang tidak berani melanjutkan proyek Hambalang yang dikerjakan oleh pemerintah sebelumnya. Juga sama, proyek tersebut sudah banyak uang yang dihabiskan membangun namun belum selesai. Kemudian adanya kasus hukum yang membelitnya.

Media ini mencoba merujuk tentang proyek Hambalang sebagai proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sesuai laman, Antara, bahwa proyek Hambalang telah menghabiskan uang negara hingga mencapai Rp 2,7 triliun.

Meski proyek Hambalang mulanya hanya ditujukan untuk pembibitan atlet usia dini dan remaja. Selain asrama dan masjid, di kompleks olahraga seluas 32 hektare tersebut sudah berdiri sebuah gedung olahraga serbaguna yang kondisinya baru 50 persen. Hampir sebagian dari 25 bangunan yang rencananya digarap di kompleks olahraga Hambalang sudah sekitar 75 persen dibangun. Perubahan nama sekaligus fungsi proyek Hambalang kemudian melejitkan angka proyek menjadi Rp2,5 triliun di masa Kementerian Pemuda dan Olahraga dipimpin Andi Alfian Mallarangeng. Menpora sebelumnya, Adhyaksa Dault, mengaku hanya mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar.

PROYEK SIA-SIA : Jembatan ATJ di Melak, bukan saja tidak dapat dilanjutkan karena terbelit kasus hukum. Namun yang paling utama sesuai monitoring dari tenaga ahli pusat, ternyata bentang tengah jembatan ATJ rendah dan akan menghalangi transportasi yang melintas di bawah jembatannya. Khususnya, ketika kondisi air Sungai Mahakam naik. Di samping itu, konstruksinya rawan ambruk. Langkah terakhir, harus dibangun ulang dengan konstruksi lebih kuat lagi. Waw??? jika ini dibangun baru, maka bakal banyak lagi uang rakyat yang bakal habis. Sementara masih banyak jalan di kampung-kampung terisolir memerlukan dana pembangunannya.

KPK PERIKSA PROYEK DAN TETAPKAN TERSANGKA

Merujuk beberapa proyek multiyears tadi, pernah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2022. Sesuai laman Detikcom, adapun aset yang mangkrak tersebut adalah pembangunan Jalan Bung Karno, sepanjang 12 kilometer. Pembangunan tersebut berlangsung sejak 2012 dan belum terselesaikan hingga 2022. “Proyek ini mulai dikerjakan sejak 2012 dan hingga tahun 2022 proyek tersebut belum selesai. Dari data yang KPK terima proyek tersebut telah menelan dana sekurangnya Rp 582 miliar,” ujar Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati.

Kemudian, proyek pembangunan Pelabuhan Royoq menghabiskan Rp 58,5 miliar dikerjakan pada 2009-2011, tapi masih terbengkalai hingga 2022. “Proyek ini dikerjakan pada 2009-2011 dan dilanjutkan tahun jamak tahap II pada 2012-2015 dan telah menghabiskan anggaran sekitar Rp 58,5 miliar. Namun, sampai 2022, proyek tersebut belum selesai juga.

Selanjutnya, KPK menemukan proyek pembangunan jembatan ATJ sepanjang 1.040 meter yang tidak diselesaikan. Padahal proyek ini telah berlangsung sejak 2012 dan menghabiskan Rp 300 miliar. Proyek jembatan ATJ sepanjang 1.040 meter itu dibangun untuk memangkas jarak tempuh 100 kilometer dari arah Samarinda-Kutai Barat dan sebaliknya. Proyek mulai dikerjakan sejak 2012 dan telah menyerap anggaran lebih dari Rp 300 miliar. Hingga saat ini proyek tersebut tidak dilanjutkan. Salah satunya proyek jembatan ATJ di Melak, KPK telah menetapkan tersangka berinisial YD. Saat itu, YD menjabat Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT. Waskita Karya periode 2010-2014.

Dalam kesempatan tertentu, Ketua DPRD Kutai Barat Ridwai menyatakan, bahwa pihak Pemkab dan DPRD Kutai Barat, tidak dapat melanjutkan sejumlah proyek multiyears tersebut, karena ada kasus hukum yang membelitnya.

PRESTASI : Bupati Kutai Barat, FX Yapan (tiga kanan) menerima penghargaan Opini WTP yang ke-9 kalinya dari BPK RI Perwakilan akltim.

LANGGAR TAHUN JAMAK DAN SiLPA

Mangkraknya 3 proyek besar di Kutai Barat sebelum pemerintahannya, kata FX Yapan sebagai Bupati Kutai Barat, karena dinilai telah melanggar aturan. FX Yapan menyatakan, kontrak tahun jamak atau kontrak multiyears harus diselesai sebelum masa jabatan berakhir. Bukan malah dibebankan kepada pemerintah selanjutnya.

Media ini, menemukan acuan pemerintah terhadap proyek tahun jamak. Yakni mengacu Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada angka 3 disebutkan, jangka waktu pelaksanaan tahun jamak tidak melampaui masa jabatan Kepala Daerah. Selanjutnya, angka 4, bahwa dalam hal pelaksanaan tahun jamak, masa jabatan Kepala Daerah berakhir sebelum akhir tahun anggaran, sub kegiatan tahun jamak dimaksud dapat diselesaikan sampai berakhirnya tahun anggaran

Soal SiLPA, telah dijelaskan secara rinci oleh Petrus, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kutai Barat kepada sejumlah media. Bahkan Surat BPK RI Perwakilan Kaltim nomor 254/S/XIX.SMD/09/2024 tertanggal 18 September 2024 ditandatangani Ketua BPK RI Agus Priyono, melakukan klarifikasi terhadap surat keterangan palsu tersebut. Dengan tegas menyatakan, surat keterangan mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim tertanggal 27 Oktober 2022 itu adalah palsu. Apalagi dalam surat keterangan itu memuat SiLPA oleh Pemkab Kutai Barat, sejak 2016-2023 mencapai Rp 4,6 triliun, adalah sangat tidak benar.

Dari klarifikasi surat BPK RI Perwakilan Kaltim memuat tiga point. Pertama, pihak BPK RI tidak pernah menerbitkan surat dimaksud (surat palsu yang mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim yang beredar luas di media sosial di Kutai Barat). Point kedua, pejabat BPK RI Perwakilan Kaltim atas nama Fitra Infitar yang bertanda tangan di surat palsu tersebut sudah pindah tugas sejak 1 Agustus 2019. Sementara surat keterangan mengaku BPK RI yang beredar palsu berselang 2 tahun yakni tertanggal 27 Oktober 2022 itu. Perbedaan masa jabatan semakin meyakini itu surat keterangan palsu. Demikian pula pada point ketiga, nominal SiLPA yang tertera pada surat keterangan disebutkan dari BPK RI di media sosial tersebut juga tidak benar. 

Terkait SiLPA, FX Yapan mengatakan, tidak saja terjadi di Kutai Barat. Bahkan di sejumlah daerah lainnya. Salah satunya, adalah di Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mencapai angka Rp 6 triliun. Mantan Gubernur Kaltim Isran Noor pun menyatakan, SiLPA lebih baik untuk digunakan pembangunan tahun anggaran berikutnya, dari pada uangnya di korupsi.

Lantas FX Yapan merincikan penyabab Silpa yang terjadi akibat 3 sumber dana. Yakni pertama, akibat proyek tidak selesai 100 persen. Sehingga ada sisa dana yang menjadi SiLPA. Kemudian, karena adanya transfer kurang salur, Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, Reboisasi, dan lainnya tahun 2021 dan 2022 sebesar Rp 840 miliar. Dana itu baru diterima akhir 2023. Belum termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) serta penghematan anggaran kegiatan Pemkab Kutai Barat. Kemudian, keterlambatan transfer dana dari Pemerintah Pusat, selesai APBD perubahan dan konsultasi ke Gubernur Kaltim. (adv/diskominfo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *