Kutai Barat “Rawan,” Banyak Kampanye Hitam di Medsos, Pelakunya Bisa Dipidanakan

KEPENTINGAN SESAAT : Mendukung paslon Pilkada, sah-sah saja. Namun jika perbuatan yang berlebihan dan menjurus kepada kampanye hitam bisa berisiko dipidanakan.

Tensi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Barat mulai memanas. Maklum, tanggal nyoblos sudah semakin dekat. Hari Rabu tanggal 27 November 2024. Masing-masing tim sukses melakukan berbagai upaya, agar pemilih/masyarakat simpatik kepada pasangan calon (paslon) yang didukung. Namun sayangnya, “ternoda” banyak para pihak menggunakan media sosial (medsos) yang malah menyudutkan atau kampanye hitam..

PADAHAL warga saat ini memerlukan informasi visi, misi dan program unggulan dari paslon. Hal ini justru lebih menarik untuk diketahui publik/pemilih. Karena banyak kasus di Tanah Air. Banyak calon yang dijelekkan atau difitnah malah mendapatkan simpatik dari masyarakat. 

Hati-hati lho. Tak hanya itu, mengumbar kalimat negatif menjurus kepada fitnah dan pencemaran nama baik. Pelakunya, bisa dilaporkan kepada pihak aparat hukum. Hal ini telah diatur di dalam undang-undang. Belum lagi perbuatan itu mengandung dosa, yang sama di mata agama manapun.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kutai Barat, Lourensius mengatakan, terkait tim sukses paslon yang melakukan kampanye di medsos telah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Barat. Batas waktu tidak boleh lagi melakukan kampanye baik terbuka, tertutup maupun di media pada masa tenang atau 3 hari sebelum hari H, pencoblosan. Yakni tgl 24,25 dan 26 November 2024. “Nanti tidak ada lagi kampanye,” tegas Lourensius.

Menyikapi mulai tingginya tensi “perang” di medsos, Lourensius hanya memberikan imbauan agar tidak melakukan perbuatan berlebihan hingga melanggar hukum. Dia merujuk tentang larangan dalam kampanye, pada Pasal 69 UU No. 1 Tahun 2015 dan ketentuan pidananya, Pasal 187.

IMBAUAN KPU

Terpisah, Ketua KPU Kutai Barat, Rintar Pasaribu mengharapkan, kegiatan pada masa kampanye merupakan tahapan krusial karena terdapat kepentingan. Dari kacamata para pihak yang berkepentingan kampanye ingin menampilkan satu hal yaitu apa dan bagaimana para peserta Pilkada menawarkan program atau pandangan dalam melihat berbagai persoalan sosial, ekonomi, politik, dan budaya serta lainnya. Para pemilih juga merasa punya hak mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang tawaran yang ingin disampaikan, dan peserta pemilu juga berkewajiban menjual program serta gagasan yang dimilikinya.

Pilkada diharapkan berjalan tanpa hoaks, tanpa membenci, tanpa menjelekkan, namun saling mendoakan. Meminta masyarakat setempat bijak menggunakan medsos. Langkah ini dilakukan untuk menghindari perpecahan dan saing menjelekkan antar paslon atau pendukung dalam Pilkada 2024. “Kami mengimbau warga Kutai Barat agar masing-masing menjaga komunikasi dengan baik serta tidak menggunakan medsos sebagai sarana untuk menjelekkan satu sama lain atau antarpendukung,” kata Rintar.

REFERENSI KAMPANYE HITAM

Pendapat Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, menjelaskan beda kampanye negatif dengan kampanye hitam atau black campaign. Dalam hukum kepemiluan, kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana.

Kampanye hitam adalah menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu atau belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan terkait kapasitasnya sebagai pemimpin. Sebagai contoh, kampanye hitam, menuduh seseorang tidak pantas menjadi pemimpin karena agama atau rasnya.

Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Totok Suhartoyo, memaparkan kampanye hitam datanya tak sahih atau mengada-ada.

Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja menyampaikan, meskipun larangan dan sanksi di UU Pemilu hanya ditujukan kepada pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye. Namun orang per orang yang melakukan kampanye hitam di medsos dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Kampanye hitam di medsos, kalau bapak/ibu bukan tim kampanye atau pelaksana kampanye, kena UU ITE.  Menghina partai politik tertentu, bisa dijemput polisi. UU ITE lebih kejam dari UU Pemilu,” tandas Bagja. Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2) UU ITE memberikan ancaman hukuman untuk pelaku kampanye hitam di media sosial 6 tahun penjara. (adv/diskominfo/rud/KP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *