Wisata Terkenal, Warga Lombok Belum Semuanya Menikmati

TIDAK ADA USAHA LAIN: Jumrak bersama rekan-rekannya mengais ikan hasil tangkapan di bibir laut Lombok. Dikumpulkan hingga pukul 12.00 lalu dijual ke pasar seharga Rp 20 ribu per kg.

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terkenal karena puluhan objek wisata mendunia, sejak dasawarsa tahun 1990an, memiliki beberapa catatan. Tidak saja, menjadikan daerahnya maju dan meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Namun masih ada sejumlah warga justru merasa kesulitan mencari nafkah. Berikut tulisan bagian kelima atau terakhir oleh Rudy Suhartono yang melakukan kegiatan di Lombok, 4-9 Oktober 2024.

PROVINSI NTB dimekarkan menjadi 8 kabupaten dan 2 kota. Ini seiring kemajuan berbagai sektor. Jika dulunya objek wisata masih mengandalkan Provinsi Bali. Diakui, bahwa turis dalam negeri bahkan mancanegara berwisata ke Lombok, setelah dari Bali. “Jadi istilahnya, bule (turis asing) yang datang ke Lombok, hanya bawa uang sisa. Setelah mereka menghabiskan banyak uang di Bali,” kata Ipul nama lengkap Shaifullah, Guide (pemandu wisata) mandiri, dari Himpunan Pramuwisata Indonesia di Lombok. Meski uang sisa, tapi jumlah yang datang ke Lombok ribuan. Tetap saja nilainya besar.

Namun siapa sangka, dibalik kemajuan wisata di Lombok juga ada sebagian warga yang harus menjerit. Banyak hotel berbintang berdiri di Lombok. Namun itu semua hampir milik orang kaya dari luar pulau Lombok. Demikian fasilitas angkutan wisatawan. Berupa jasa transportasi bus, speedboat, kapal wisata. Bahkan tempat kuliner dan berbagai busana. Semuanya milik pengusaha luar. “Memang kalau sejumlah hotel di Lombok dan pusat perbelanjaan milik orang China. Ada juga milik orang kaya dari Bali,” kata beberapa warga Lombok kepada media ini.

Suku Sasak, suku asli Pulau Lombok. Suku Sasak Lombok adalah suku bangsa yang mendiami pulau Lombok. Mereka menggunakan bahasa Sasak sehari-hari. Dengan jumlah penduduk sekitar 3 juta jiwa dari sekitar 4,49 juta jiwa penduduk Provinsi NTB.

UPAH MURAH: Iwan motor speedboat wisata dari Lombok dan objek wisata mendunia Pulau Gili Trawangan hanya diberi imbalan Rp 80 ribu per hari. Bekerja mulai pagi sampai sore hari.

Lantas seperti apa keluhan warga di Lombok. Seperti diakui, Iwan (31 tahun) yang bekerja sebagai motoris speedboat dari Lombok ke objek wisata terkenal di Pulau Gili Trawangan. Ini dilakukan rute pulang dan pergi. Dia bersama seorang rekannya. Masing-masing diberi upah Rp 80 ribu setiap hari. Mulai pagi sampai sore hari. Iwan yang mempunyai istri dan anak satu warga asli Lombok, sudah dilakoni pekerjaan ini hampir 3 tahun. “Yang kalah banyak itu kalau jumlah penumpangnya banyak. Kami berdua harus kerja keras. Namun upahnya tetap Rp 80 ribu per hari per orang,” kata Iwan. Terbanyak setiap tahun di bulan Juli sampai Agustus. Nominal upah tersebut sebenarnya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Namun karena tidak ada pekerjaan lain terpaksa harus dijalani.

MENYEDIHKAN: Bekerja setengah hari hanya dapat ikan laut 5 kg saja, lalu dijual Rp 20 ribu per kg. Hasil jual ikan dibagi 15 orang nelayan sehingga satu orang hanya dapat bagian Rp 20 ribu saja.

Demikian diakui, Jumnak (60) warga asli Lombok. Dia bersama 15 rekan-rekan setiap hari menangkap ikan di bibir Pantai Lombok. Mulai bekerja pukul 07.00 sampai 12.00. Mirisnya, setiap hari hanya mendapatkan hasil tangkapan sekitar 15 kg. Lalu ikan yang sudah dikumpulkan itu dijual ke pasar seharga Rp 20 ribu per kg. “Jadi kami hanya dapat bagian hasil penjualan ikan tadi Rp 15 ribu per orang karena dibagi 15 orang,” kata Jumnak. Dia mengaku sama dengan Iwan speedboat wisata. Tidak ada usaha lain di Lombok. Mau tidak mau harus melakukan mencari ikan setiap hari untuk mencukupi biaya hidup, sehari-hari.

Sama halnya diakui, sopir bus wisata. Menolak ditulis identitasnya. Kerja selama sehari hanya diberi upah Rp 100 ribu. “Ya kami hanya diberi upah Rp 100 ribu membawa bus wisata ini,” katanya.

Melihat kondisi ini jauh lebih bersyukur jika kita bandingkan penghasilan di Kutai Barat. Namun tidak menutup kemungkinan hadirnya Ibu Kota Negara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim akan memberikan dampak positif. Tapi bisa jadi ada ada sekelompok warga yang nantinya akan menjadi penonton. Berdampak kemiskinan.

SUKARELA: Anak-anak (kanan) di depan Sirkuit Mandalika menawarkan jasa tukang foto. Memakai traik batu. Foto atas dan hasilnya di foto bawah.

Berharap upah sukarela juga dilakukan sejumlah anak-anak di depan Sirkuit Mandalika. Mereka menawarkan jasa menjadi tukang foto menggunakan ponsel wisatawan. Ini dilakukan anak laki-laki ada juga yang anak perempuan. “Pak saya bantu fotokan saja. Nanti upahnya terserah saja berapa,” kata anak yang menawarkan jasa tersebut. Anak-anak yang menawarkan saja tukang foto ini memang sudah dilatih. Bagimana cara mengambil gambar yang baik dan menarik.

I Gede Putu Aryadi

RIBUAN WARGA KERJA KE LUAR NEGERI

DATA Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 36.000 orang warga NTB memilih bekerja di luar negeri. Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi, di Mataram,  mengatakan bahwa NTB menjadi lumbung nomor 4 pekerja migran Indonesia (PMI) terbanyak di Indonesia. “Khusus Oktober 2022 hingga akhir Desember 2023 jumlah penempatan PMI asal NTB sebanyak 36 ribu orang,” ujarnya, dilaporkan Antara.

Berdasarkan data tahun 2007 sampai dengan 11 November 2023, tercatat jumlah penempatan PMI di luar negeri dari NTB sebanyak 589.023 orang. “Negara penempatan terbanyak ke Malaysia, khususnya nonformal,” ujarnya.

Aryadi menekankan bahwa hal mendasar yang perlu diikuti oleh perusahaan perekrutan, masyarakat yang ingin bekerja, dan pemerintah adalah benar-benar menghindari penempatan unprosedural. “Karena itu kegiatan job fair tunggal ini merupakan kesempatan masyarakat untuk bekerja di berbagai negara, sehingga perlu disiapkan dengan baik semuanya, mulai dari dokumen, kemampuan, bahasa, disiplin, dan mental,” terang Aryadi.

Menurutnya, masyarakat NTB mempunyai calon tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan perawat sangat banyak. Bahkan bursa kerja khusus (BKK) pun menyatakan banyak calon tenaga kerja di NTB yang memiliki kemampuan, dan kompetensi kejuruan sudah mumpuni, namun belum siap kompetensi bahasanya. “Sebenarnya banyak pencari kerja di NTB yang sudah memiliki kompetensi dan kemampuan yang dibutuhkan untuk bekerja di luar negeri, tetapi untuk bahasa Inggris masih kurang,” ujarnya.

Oleh karena itu, perlu diberikan pelatihan bahasa Inggris dulu. Meskipun bekerja di negara-negara Arab, tetapi perlu kemampuan bahasa Inggris sebagai bahasa universal saat bekerja di luar negeri.

Ia berharap kesempatan ini (job fair tunggal) harusa dimanfaatkan masyarakat dengan sebaik-baiknya untuk menyiapkan CPMI agar dapat mengambil peluang bekerja di luar negeri. Pasalnya jika hanya mengandalkan peluang kerja di dalam negeri saja, maka akan banyak calon pencari kerja yang tidak tertampung. Terlebih bekerja di luar negeri merupakan hak setiap warga. “Bekerja di luar negeri adalah pilihan dan hak setiap masyarakat untuk bekerja di mana saja asal sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku,” tegasnya.

Aryadi juga mengingatkan kepada perusahaan agar memberikan informasi yang detail kepada para pencari kerja. “Jangan hanya yang baik-baik saja yang disampaikan, tetapi tantangan dan kendala apa yang nantinya akan dihadapi pencari kerja di negara penempatan tersebut,” katanya. (rud/KP)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *