KLARIFIKASI: Ketua BKAD Kutai Barat Petrus (kiri) didampingi Sekretaris BKAD Kubar, Lesmana Daniel. (foto:RRI/Jaang).
MEDIAOKE, KALTIM PERS- Tahun politik menjadikan konsumsi publik yang bisa menjerumuskan kepada hal negatif. Meski kebenarannya belum dapat dipastikan. Sampai-sampai menyeret Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPKRI) Perwakilan Kaltim.

Surat BPKRI Perwakilan Kaltim nomor 254/S/XIX.SMD/09/2024 tertanggal 18 September 2024 ditandatangani Ketua BPKRI Agus Priyono, melakukan klarifikasi terhadap surat palsu tersebut. Dengan tegas menyatakan, surat keterangan mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim tertanggal 27 Oktober 2022 itu adalah palsu. Apalagi dalam surat keterangan itu memuat SiLPA (Sisa lebih pembiayaan anggaran) oleh Pemkab Kutai Barat, sejak 2016-2023 mencapai Rp 4,6 triliun, adalah sangat tidak benar.

TIDAK BENAR: Inilah surat keterangan BPKRI Perwakilan Kaltim yang disebut palsu.

KLARIFIKASI: Surat BPKRI Perwakilan Kaltim meluruskan adanya surat keterangan palsu tersebut.
Dari klarifikasi surat BPKRI Perwakilan Kaltim memuat tiga point. Pertama, pihak BPKRI tidak pernah menerbitkan surat dimaksud (surat palsu yang mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim yang beredar luas di media sosial di Kutai Barat). Point kedua, pejabat BPKRI Perwakilan Kaltim atas nama Fitra Infitar yang bertanda tangan di surat palsu tersebut sudah pindah tugas sejak 1 Agustus 2019. Sementara surat keterangan mengaku BPKRI yang beredar palsu berselang 2 tahun yakni tertanggal 27 Oktober 2022 itu. Perbedaan masa jabatan semakin meyakini itu surat keterangan palsu. Demikian pula pada point ketiga, nominal SiLPA yang tertera pada surat keterangan disebutkan dari BPKRI di media sosial tersebut juga tidak benar.
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kutai Barat, Petrus juga harus meluruskan informasi palsu tersebut kepada publik di Bumi Tanaa Purai Ngeriman.
Petrus mengatakan, pada surat keterangan BPKRI Perwakilan Kaltim yang palsu tersebut ada kemiripan. Nilai anggaran 2016, 2017, 2018, 2019 persis sama nilainya. Namun berbeda anggaran 2020. “Namun yang perlu diluruskan, bahwa SiLPA tidak bisa diakumulasi,” tegas mantan Kepala Dinas Pertanian Kutai Barat didampingi Sekretaris BKAD Kubar, Lesmana Daniel.
Meski demikian diakuinya, bahwa Pemkab Kutai Barat juga terdapat SiLPA pada laporan keuangannya. Bukan berarti Pemkab Kutai Barat gagal mengelola anggaran. Atau alasan lain disebutkan, tidak maksimal melakukan pembangunan. Namun hal itu karena adanya kurang salur Dana Bagi Hasil (DBH) Mineral dan batu bara (Minerba). Dana itu baru diterima akhir 2023. Belum termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) serta penghematan anggaran kegiatan Pemkab Kutai Barat. “Itu juga kenapa alasan SiLPA 2023 sangat besar. SiLPA 2023 dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada Perubahan APBD tahun anggaran 2024,” terangnya.

RIDWAI
BERBEDA DIKATAKAN KETUA DPRD KUTAI BARAT
Klarifikasi BPKRI Perwakilan Kaltim dan BKAD Kutai Barat ini justru berbeda dikatakan oleh Ketua DPRD Sementara Kutai Barat, Ridwai. Mantan ketua DPRD Kutai Barat dua periode ini justru menyebutkan, bahwa SiLPA pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Barat 2022- 2023 mencapai Rp2,6 triliun. Jika membandingkan pernyataan Ridwai ini. Berarti beda nominal yang beredar di media sosial yakni mencapai Rp 4,6 triliun.
“Untuk APBD 2022 SiLPA Rp916 miliar. Kemudian APBD 2023 SiLPA Rp1,7 triliun, meningkat dengan cukup signifikan. Bahkan hampir dua kali lipat dari total SiLPA 2022,” kata Ridwai kepada Metro Daily, Sabtu (12/10/2024). Politisi senior PDI-Perjuangan itu mengungkapkan, nilai SiLPA APBD 2022 dan 2023 tersebut, adalah sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Kaltim.
Dengan tegas, Ridwai, jauh sebelumnya sudah berulangkali menyampaikan kepada Pemkab Kutai Barat, agar SiLPA APBD diantisipasi. Sehinga tidak membengkak setiap tahunnya. Meski sudah diingatkan, nilai SiLPA APBD malah makin membengkak pada APBD 2023.
Ridwai juga memberikan pernyataan melebar. Penyebab SiLPA APBD Kutai Barat, dikarenakan banyaknya organisasi perangkat daerah (OPD) tidak mampu menyerap anggaran dalam tahun anggaran berjalan. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) OPD yang kurang mumpuni, dinilai menjadi faktor besarnya SiLPA APBD Kutai Barat.
Dicontohkan Ridwai, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kutai Barat yang mempunyai anggaran besar untuk melakukan pembangunan infrastruktur. Namun anggarannya tidak sanggup diserap, hingga menyebabkan bengkak SiLPA APBD. Penyebab lainnya, kurangnya tenaga tim perencanaan. Dia sempat menyarankan supaya OPD mengadakan anggaran untuk Tenaga Ahli Perencanaan. Meski demikian saran tersebut juga tidak diindahkan.
Dua juga menyebutkan, ada dua OPD yang besar nilai SiLPA setiap tahunnya yakni Dinas Kesehatan Kutai Barat. Termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Barat.(adv/rud/KP)