Dua Alasan Disdikbud Kutai Barat Alami SiLPA

PENGAWASAN : Kepala Disdikbud Kutai Barat, RL. Bandarsyah (kanan) mengawasi pendidikan kepada peserta didik. (foto : Ist)

MEDIAOKE, KALTIM PERS– Ada dua alasan kenapa anggaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Barat mengalami Sisa lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Pertama, terdapat efisiensi dari sisa hasil penawaran paket pekerjaan konstruksi dan pengadaan lainnya.

Alasan kedua adalah, terdapat sisa anggaran dari gaji guru Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Disdikbud Kutai Barat. Yakni melingkupi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).  Khususnya jumlah guru ASN, dari 2.461 orang dan gaji guru Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang tersebar diseluruh Kutai Barat berjumlah 1.894 orang. Karena harus dipersiapkan setiap tahunnya alokasi anggaran untuk penambahan guru P3K atau guru PTT.

BERSAMA GURU : Kepala Disdikbud Kutai Barat, RL. Bandarsyah (kiri) bersama para guru mendengarkan keluhan dan membicarakan soal peningkatan pendidikan.

Hal ini dikatakan, Kepala Disdikbud Kutai Barat, RL. Bandarsyah kepada Mediaoke, Kaltim Pers, Jumat (18/10/2024). Mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kutai Barat dan pernah menduduki jabatan di Inspektorat Wilayah Kutai Barat ini, guna mengklarifikasi pernyataan Ketua Sementara DPRD Kutai Barat Ridwai.

Publikasi di media ini, Ridwai pernah dua periode Ketua DPRD Kutai Barat mencontohkan, DPUPR Kutai Barat mempunyai anggaran besar untuk melakukan pembangunan infrastruktur. Namun anggarannya tidak sanggup diserap, hingga menyebabkan bengkak SiLPA APBD. Penyebab lainnya, kurangnya tenaga tim perencanaan. Dia sempat menyarankan supaya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengadakan anggaran untuk Tenaga Ahli Perencanaan. Meski demikian saran tersebut juga tidak diindahkan. Kemudian, Ridwai juga menyebutkan, ada dua OPD yang besar nilai SiLPA setiap tahunnya yakni Dinas Kesehatan Kutai Barat dan Disdikbud Kutai Barat.

Pertanyataan Ridwai ini, menyusul ramainya pemberitaan maupun di medis sosial adanya tudingan kepada Pemkab Kutai Barat alami SiLPA sangat besar. Ridwai menyebutkan, bahwa SiLPA pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Barat 2022- 2023 mencapai Rp2,6 triliun. Jika membandingkan pernyataan Ridwai ini. Berarti beda nominal yang beredar di media sosial yakni mencapai Rp 4,6 triliun.

BPK RI BANTAH TERBITKAN SURAT KETERANGAN SiLPA

Sementara itu, Surat BPKRI Perwakilan Kaltim nomor 254/S/XIX.SMD/09/2024 tertanggal 18 September 2024 ditandatangani Ketua BPKRI Agus Priyono, melakukan klarifikasi terhadap surat keterangan palsu tersebut. Dengan tegas menyatakan, surat keterangan mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim tertanggal 27 Oktober 2022 itu adalah palsu. Apalagi dalam surat keterangan itu memuat SiLPA oleh Pemkab Kutai Barat, sejak 2016-2023 mencapai Rp 4,6 triliun, adalah sangat tidak benar.

Dari klarifikasi surat BPKRI Perwakilan Kaltim memuat tiga point. Pertama, pihak BPKRI tidak pernah menerbitkan surat dimaksud (surat palsu yang mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim yang beredar luas di media sosial di Kutai Barat). Point kedua, pejabat BPKRI Perwakilan Kaltim atas nama Fitra Infitar yang bertanda tangan di surat palsu tersebut sudah pindah tugas sejak 1 Agustus 2019. Sementara surat keterangan mengaku BPKRI yang beredar palsu berselang 2 tahun yakni tertanggal 27 Oktober 2022 itu. Perbedaan masa jabatan semakin meyakini itu surat keterangan palsu. Demikian pula pada point ketiga, nominal SiLPA yang tertera pada surat keterangan disebutkan dari BPKRI di media sosial tersebut juga tidak benar. 

Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kutai Barat, Petrus juga harus meluruskan informasi palsu tersebut kepada publik di Bumi Tanaa Purai Ngeriman.

Petrus mengatakan, pada surat keterangan BPKRI Perwakilan Kaltim yang palsu tersebut ada kemiripan.  Nilai anggaran 2016, 2017, 2018, 2019 persis sama nilainya. Namun berbeda anggaran  2020. “Namun yang perlu diluruskan, bahwa SiLPA tidak bisa diakumulasi,” tegas mantan Kepala Dinas Pertanian Kutai Barat.

Meski demikian diakuinya, bahwa Pemkab Kutai Barat juga terdapat SiLPA pada laporan keuangannya. bukan berarti Pemkab Kutai Barat gagal mengelola anggaran. Atau alasan lain disebutkan, tidak maksimal melakukan pembangunan. Namun hal itu karena adanya transfer kurang salur, Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, Reboisasi, dan lainnya tahun 2021 dan 2022 sebesar Rp 840 miliar. Dana itu baru diterima akhir 2023. Belum termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) serta penghematan anggaran kegiatan Pemkab Kutai Barat. “Itu juga kenapa alasan SiLPA 2023 sangat besar. Karena tidak administrasikan atau tidak masuk dalam perencanaan APBD. Administrasikan di APBD Perubahan 2024,” terangnya. (adv/rud/KP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *