Dinkes Sebut SiLPA bukan Menumpuk Anggaran

BANGUN 3 PUSKESMAS: Bupati FX Yapan (tengah) meresmikan tiga puskesmas yakni Kecamatan Linggang Bigung, Sekolaq Darat, dan Nyuatan, baru-baru ini. Didampingi, Kepala Dinkes Kubar Ritawati Sinaga (kiri) dan Ketua DPRD Kutai Barat Ridwai. (foto TribunKaltim)

MEDIAOKE, KALTIM PERS– Ada tiga alasan yang disampaikan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Barat terkait terjadinya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Yang patut dipahami bahwa terjadinya SiLPA itu, sebenarnya bukan dalam arti yang menumpuk.

Kepala Dinkes Kubat Ritawati Sinaga memberikan ketiga alasan adanya SiLPA. Pertama, terjadinya SiLPA adalah efisiensi dalam pengadaan pada Dinkes Kutai Barat.  Penjelasannya, adalah harga yang dibayar pasti di bawah harga yang di penawaran awal. “Ada juga  pekerjaan yang tidak terselesaikan. Maka konsekuensinya, dana suatu pekerjaan harus kembali. Kemudian, penyedia sudah di denda dan di-blacklist perusahaannya,” kata mantan Pimpinan Puskesmas Melak kepada Mediaoke, Kaltim Pers, Sabtu (19/10/2024).

RITAWATI SINAGA

Alasan kedua, adalah soal gaji. Dijelaskan, adanya Saving (penghematan) anggaran untuk yang mengalami kenaikan nominalnya. Ini terjadi karena adanya aparatur Dinkes yang naik pangkat dan kenaikan jenjang. Berikutnya, Saving perekrutan tenaga dokter dan 9 tenaga kesehatan (nakes) sesuai kebutuhkan. Ke 9 nakes itu antara lain, penunjang dan pendukung. “Karena sekarang sudah tidak ada untuk perekrutan nakes untuk Tenaga Kerja Kontrak (TKK),” terangnya.

ARAHAN KEPALA DINKES : Tenaga kesehatan diberikan arahan oleh Kepala Dinkes Kubar Ritawati Sinaga (duduk, tengah) agar bisa meningkatkan gizi di Kutai Barat.

Berikutnya, alasan ketiga adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penjelasannya, pembayaran dana JKN karena antisipasi cenderung terus meningkat. Ini disebabkan, adanya angka kelahiran dan orang yang putus kontrak kerja dan tidak punya pekerjaan .

Diberitakan sebelumnya, ada 3 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kutai Barat yang banyak terjadi SiLPA. Yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Kesehatan, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Barat. Hal ini dikatakan, Ketua Sementara DPRD Kutai Barat Ridwai.

Publikasi di media ini, Ridwai pernah dua periode Ketua DPRD Kutai Barat mencontohkan, DPUPR Kutai Barat mempunyai anggaran besar untuk melakukan pembangunan infrastruktur. Namun anggarannya tidak sanggup diserap, hingga menyebabkan bengkak SiLPA APBD. Penyebab lainnya, kurangnya tenaga tim perencanaan. Dia sempat menyarankan supaya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengadakan anggaran untuk Tenaga Ahli Perencanaan. Meski demikian saran tersebut juga tidak diindahkan.

Pertanyataan Ridwai ini, menyusul ramainya pemberitaan maupun di medis sosial adanya tudingan kepada Pemkab Kutai Barat alami SiLPA sangat besar. Ridwai menyebutkan, bahwa SiLPA pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Barat 2022- 2023 mencapai Rp2,6 triliun. Jika membandingkan pernyataan Ridwai ini. Berarti beda nominal yang beredar di media sosial yakni mencapai Rp 4,6 triliun.

KLARIFIKASI BPK RI

Sementara itu, Surat BPKRI Perwakilan Kaltim nomor 254/S/XIX.SMD/09/2024 tertanggal 18 September 2024 ditandatangani Ketua BPKRI Agus Priyono, melakukan klarifikasi terhadap surat keterangan palsu tersebut. Dengan tegas menyatakan, surat keterangan mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim tertanggal 27 Oktober 2022 itu adalah palsu. Apalagi dalam surat keterangan itu memuat SiLPA oleh Pemkab Kutai Barat, sejak 2016-2023 mencapai Rp 4,6 triliun, adalah sangat tidak benar.

Dari klarifikasi surat BPKRI Perwakilan Kaltim memuat tiga point. Pertama, pihak BPKRI tidak pernah menerbitkan surat dimaksud (surat palsu yang mengatasnamakan BPKRI Perwakilan Kaltim yang beredar luas di media sosial di Kutai Barat). Point kedua, pejabat BPKRI Perwakilan Kaltim atas nama Fitra Infitar yang bertanda tangan di surat palsu tersebut sudah pindah tugas sejak 1 Agustus 2019. Sementara surat keterangan mengaku BPKRI yang beredar palsu berselang 2 tahun yakni tertanggal 27 Oktober 2022 itu. Perbedaan masa jabatan semakin meyakini itu surat keterangan palsu. Demikian pula pada point ketiga, nominal SiLPA yang tertera pada surat keterangan disebutkan dari BPKRI di media sosial tersebut juga tidak benar. 

Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kutai Barat, Petrus juga harus meluruskan informasi palsu tersebut kepada publik di Bumi Tanaa Purai Ngeriman.

Petrus mengatakan, pada surat keterangan BPKRI Perwakilan Kaltim yang palsu tersebut ada kemiripan.  Nilai anggaran 2016, 2017, 2018, 2019 persis sama nilainya. Namun berbeda anggaran  2020. “Namun yang perlu diluruskan, bahwa SiLPA tidak bisa diakumulasi,” tegas mantan Kepala Dinas Pertanian Kutai Barat.

Meski demikian diakuinya, bahwa Pemkab Kutai Barat juga terdapat SiLPA pada laporan keuangannya. bukan berarti Pemkab Kutai Barat gagal mengelola anggaran. Atau alasan lain disebutkan, tidak maksimal melakukan pembangunan. Namun hal itu karena adanya transfer kurang salur, Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, Reboisasi, dan lainnya tahun 2021 dan 2022 sebesar Rp 840 miliar. Dana itu baru diterima akhir 2023. Belum termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) serta penghematan anggaran kegiatan Pemkab Kutai Barat. “Itu juga kenapa alasan SiLPA 2023 sangat besar. Karena tidak administrasikan atau tidak masuk dalam perencanaan APBD. Administrasikan di APBD Perubahan 2024,” terangnya. (adv/rud/KP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *