Jangan Nakes Buat Batu Loncatan, Bisa Gunakan Silpa Cukup Buat BA

LEBIH TEGAS DAN AKURAT: Agus Wahono (kiri) menyampaikan materi kepada peserta Pelatihan Peningkatan Kapasitas APD di Hotel Horison Sagita, Balikpapan, Rabu (4/9/2024).

Materi pelatihan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa (APD) pada bagian akhir kegiatan memberikan alternatif kebijakan terhadap masalah yang dialami pemerintah desa. Di antaranya, soal kosongnya tenaga kesehatan (nakes) dan kegiatan pembangunan diakhir tahun yang tidak termuat di dalam batang tubuh Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBKam). Lantas bagaimana mengatasinya? Semoga informasi ini bermanfaat.

——————————————————————————-

MEDIAOKE, KALTIM PERS- Sejumlah masalah mencuat yang disampaikan peserta pelatihan terhadap narasumber. Di antaranya ketika membahas materi Kebijakan Kelembengaan Posyandu. Misalnya saja, seperti dialami di Kampung Muara Beloan, Kecamatan Muara Pahu, Kutai Barat (Kubar). Sudah hampir 2 tahun sejak 2023 tidak ada nakes. Sebelumnya, ada dua orang nakes yakni bidan dan perawat. Ironisnya, bidan berhenti alasan keluarga. Sedangkan perawat pindah ke RSUD Harapan Insan Sendawar (HIS). Padahal, Muara Beloan sebagai kampung penghasil ikan terbesar di Kubar berpenduduk 213 kepala keluarga dan 757 jiwa sangat memerlukan nakes.

Masalahnya, jika ada warga yang sakit kesulitan merujuk. Jika ke puskesmas di kota Kecamatan Muara Pahu hanya bisa ditempuh menggunakan perahu ketinting. Memakan waktu 1 sampai 1,5 jam. Demikian jika harus dirujuk ke RSUD HIS, sebenarnya dekat namun karena kondisi jalan masih rusak ketika hujan. Sehingga jarak tempuhnya menjadi hampir 2 jam. Lantas kemana warga yang sakit harus mendapatkan pertolongan nakes.

Belum lagi soal kondisi fisik Puskesmas pembantu (Pustu) di RT 1 yang rusak berat. Jika hujan bocor dan sejumlah fasilitas peralatan medis banyak yang rusak. Atas prakarsa, pemerintah kampung sebelum kedua nakes pindah sempat dilakukan rehap dengan menggunakan bangunan posyandu di RT 2. “Baik kondisi fisik Pustu maupun harapan segera ditugaskan kembali dua nakes ke Dinas Kesehatan (Diskes) Kubar belum ada solusi hingga kini. Berbagai alasan regulasi yang membuat tidak bisa berbuat banyak oeh Diskes Kubar,” kata Rudy Suhartono, Kepala Kampung Muara Beloan, disampaikan kepada narasumber di acara Pelatihan Peningkatan Kapasitas APD di Hotel Horison Sagita, Balikpapan, Rabu (4/9/2024).

Meskipun ada upaya pihak Puskesmas Muara Pahu mengirimkan nakes saat pelayanan pengobatan dan posyandu di Muara Beloan. Namun hanya beberapa jam memberikan pelayanan kesehatan. Setelah itu, kembali nakes bertugas di Puskesmas Muara Pahu.

LEBIH MENDALAMI MATERI: Zuriah (kiri) membacakan dasar hukum terkait tugas dan fungsi sebagai aparatur pemerintah desa kepada para kepala kampung, sekretaris kampung, ketua BPK, dan ketua PKK di Hotel Horison Sagita, Balikpapan, Rabu (4/9/2024).

Menjawab persoalan itu, Zuhriah selaku narasumber pelatihan memberikan menegaskan, kepindahan nakes tidak dibenarkan. Sesuai kontrak kerja, nakes bertugas di desa maksimal 10 tahun baru boleh minta pindah. “Jangan sampai ingin bertugas di desa hanya untuk batu loncatan. Ini tidak baik. Bisa jadi boleh dipindahkan karena ada pihak tertentu yang memberikan peluang,” tegas Zuriah yang juga kerap menjadi narasumber kepada ASN (Aparatur Sipil Negara) dan anggota DPRD di Kaltim.

Hal senada ditegaskan, Agus Wahono, narasumber lainnya dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMPD) Kabupaten Paser. Menurut Agus, kepindahan nakes tidak dibenarkan. “Karena pihak kesehatan dan pemerintah daerah harus bertanggung jawab. Jika ada warga setempat (Muara Beloan) meninggal dunia akibat tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal. Sementara di Muara Beloan sudah ada fisik Pustu sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat milik pemerintah,” katanya.

GUNAKAN SISA ANGGARAN

Ada pendapat yang menarik dan bisa dijadikan rujukan oleh pemerintah desa soal pengelolaan keuangan desa. Terkait sisa anggaran yang tidak masuk ke dalam APBKam perubahan. Dana tersebut bisa dipergunakan dengan kebutuhan mendesak. Dengan pertanggung jawaban penggunaannya dilakukan musyawarahkan desa. Kemudian hasilnya dibuatkan berita acara (BA) antara pemerintah desa bersama Badan Permusyawaratan Kampung/BPD dan melibatkan masyarakat.

“Bisa saja pak digunakan sisa anggaran untuk kegiatan mendesak di desa. Asalkan dalam laporan pertanggung jawabannya disertakan hasil musyawarah desa dan berita acaranya,” kata Agus Wahono.

Kemudian jikapun masih ada sisa anggaran SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) tahun berkenaan, lanjut dia, pemerintah desa harus segera mengembalikan ke kas desa atau ke nomor rekening atas nama pemerintah desa. Bukan harus disimpan di bandahara desa. “Cara ini lebih aman, kalau sisa anggaran dikembalikan ke kas desa,” katanya.

Untuk diketahui, narasumber Zuhriah menyampaikan beberapa materi. Diantaranya soal Kewenangan Asal Usul Desa, Kerja Sama Desa, Penetapan dan Penegawasan Batas Desa, Administrasi Pemerintahan Desa, Kaidah Penyusunan Peraturan Desa, Sinkronisasi Perencanaan Nasional dan Dearah melalui penyusunan RPJMDes, penyusunan RKP Des dan DU-RKP Desa.

Sedangkan Agus Wahono menyampaikan materi Penyusunan RKP Desa- DU RKP. Kemudian, Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa, Sistim Keuangan Desa, Kebijakan Gerakan PKK, Kebijakan Kelembagaan Posyandu, Pengembangan Kewirausahaan, Pendirian dan Pengembangan BUMKa, Kebijiakan Pengelolaan Data dan Informasi Desa, Pengumpulkan dan Pengolahan Pendayagunaan dan Publikasi Data dan Informasi Profile Desa. (rud/habis).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *