SDN 02 Buka Tutup Jalan Umum ?

DITUTUP : Jalan Kenanga depan SDN 002 akan diberlakukan buka tutup bagi pengendara. Cara ini bakal sulit diterima warga khususnya pendengara yang sudah bayar pajak punya hak melintasi jalan umum.

Catatan : Rudy Suhartono

AKSES Jalan Kenanga di depan SDN 02 akan diberlakukan sistim buka tutup untuk kendaraan umum. Tapi kepastiannya, akan menjadi klausal usulan izin oleh pihak sekolah kepada kepolisian.

Buka tutup ini menjadi pembahasan di ruang kerja Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kubar, Selasa (19/3/2024). Rapat ini dipimpin Kepala Disdikbud Kubar RL Bandarsyah. Dihadiri, Petinggi Sumber Sari, Sekolaq Joleq, Dinas Perhubungan, Lantas Polres Kubar, DPUPR, BKAD, Bagian Hukum Setdakab Kubar, pemerintah Kecamatan Sekolaq Darat, dan perwakilan masyarakat.

Hal ini menyikapi keluhan masyarakat pengguna jalan dilarang melintas di Jalan Kenanga. Jalan Kenanga status jalan umum. Mobilisasi kendaraan sangat padat. Ada yang mengantar anaknya ke sekolah, dan keperluan warga lainnya. Termasuk warga kampung tetangga yakni Sumber Bangun, Kecamatan Sekolaq Darat. Ini dilakukan warga sejak puluhan tahun. Ada jaminan, buka tutup itu direstui warga. Sepertinya sulit.

TIDAK BERETIKA

Sebelum pada titik klimaks pertemuan itu, sempat terjadi berbeda pandangan. Namun rapat tersebut dinilai tidak beretika. Pandangan umum oleh peserta rapat saat disampaikan kerap dipotong-potong. Sehingga penyampaikan pandangan tidak bisa utuh disampaikan. Apalagi dapat dipahami.

Berjalan otoriter. Jika memang tidak mau mendengar secara utuh sebaiknya tidak perlu ada rapat. Tujuan rapat itukan menyepakati beberapa pandangan. Disesalkan oleh peserta rapat, penuhi undangan rapat sudah jauh-jauh datang. Selain biaya, waktu dan pekerjaan turut dirugikan.

Lebih memprihatinkan lagi. Rapat membuat pernyataan yang tidak layak.Hingga muncul pernyataan. “Kita tidak perlu bicara aturan tapi mementingkan keselamatan anak didik.” Pemikiran seperti ini tidak mendidik. Hidup bermasyarakat bukan kemauan per individu. Melainkan dalam bingkai NKRI. Artinya wajib menaati aturan negara demi kepentingan umum atau bersama.

Ada pihak menyatakan bahwa jalan itu milik sekolah. Sehingga pihak sekolah punya hak. Padahal, bangunan ruang kelas asal muasal di Jalan Hasanuddin. Kemudian menambah ruang kelas baru di Jalan Kenanga. Usianya lebih muda dari Jalan Kenanga.

Namun terjawab sendiri. Pihak SDN 02 mengakui, bahwa Jalan Kenanga dibangun oleh kebersamaan masyarakat Sumber Sari. Artinya, jalan itu bukan utuh milik SDN 02. Ketika Jalan Kenanga itu disemenisasi oleh Pemkab Kubar menjadi jalan umum. Kenapa tidak memprotesnya. Upaya itu tidak ada. Karena memang faktanya akes Jalan Kenanga adalah jalan umum kampung. Pihak sekolah pun tidak bisa membuktikan surat kepemilikan tanah. Jika Jalan Kenanga masuk di dalam kawasan surat tanah SDN 02. Hanya sekadar pengakuan.

Terkait pengakuan bahwa Jalan Kenanga itu milik sekolah. Tidak ada pernyataan yang bisa jadi jaminan. Terbukti kehadiran oleh DPUPR dan BKAD pada rapat tersebut tidak dapat memberikan bukti bahwa Jalan Kenanga milik sekolah. Yang pasti, Jalan Kenanga adalah jalan kampung dengan status jalan umum. Fakta lainnya, Jalan Kenanga telah disemenisasi oleh dana pemerintah. Ini klier.

JALAN PINTAS

AKSES JALAN KENANGA : Jalan Kenanga, terkoneksi dari Jalan Mangku Aji ke Jalan Paulus Doy Lambeng (kantor Bupati Kubar).

Wajar pemilik kendaraan protes jika dilarang melintas di Jalan Kenanga. Karena pemilik kendaraan membayar pajak yang punya hak menggunakan jalan. Jalan itu dibangun dari uang pajak.

Seorang pendidik tidak mampu gunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Disebutkan truk koridor melintas di Jalan Kenanga. Disambut gelak tawa peserta rapat. Truk koridor itu muatan batu bara. Ternyata maksud, truk pengangkut material bangunan pasir dan batu/kerikil.

Mirisnya, pihak sekolahpun memberikan pernyaatan bohong. Dikatakannya, Jalan Kenanga tidak ada akses ke sekolah lain atau ke pusat pemerintahan. Ini disampaikan dengan maksud mengkambinghitamkan pengendara melintas di Jalan Kenanga. Padahal faktanya, Jalan Kenanga ini terakses lurus ke SDIT Mulia Abadi. Terakses pula ke Perkantoran Pemkab Kubar melalui jalan dua jalur yakni Jalan Paulus Doy Lambeng.

Saya pun hampir setiap pagi mengantarkan anak sekolah ke SDIT Mulia Abadi. Lebih cepat dan aman melintasi Jalan Kenanga. Ketimbang Jalan Hasanuddin yang jauh lebih padat arus lalu lintas. Jadi aneh dan dinilai terlalu egois. Jika cara saya tidak dibenarkan mengantarkan anak ke sekolah harus melintasi Jalan Kenanga. Kok bisa guru melarang melintas di Jalan Kenanga. Apa haknya !!!

Melihat kondisi ini, setidaknya petinggi Pemkab Kubar bisa memberikan warning kepada para pihak yang bermaksud melegalkan jalan umum untuk kepentingan tertentu. Masyarakat lebih banyak yang memanfaatkan Jalan Kenanga.

ATURAN HUKUM

Gunakan jalan umum untuk acara tertentu harus mengajukan izin kepolisian. Syaratnya:

A.Penerbitan Izin Sesuai Status Jalan

Sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (1) sampai ayat (4) Peraturan Kapolri (Perkapolri) 10/2012 :

 (1) Penggunaan Jalan nasional dan Jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dan b, dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional. 

(2) Penggunaan jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, huruf d, dan huruf e dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi. 

(3) Penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang mengakibatkan penutupan Jalan dapat diizinkan, jika ada Jalan alternatif. 

(4) Pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara.

B. Tata Cara Izin

Sesuai ketentuan Pasal 17 ayat 2 dan 3, Peraturan Kapolri 10/2012:

(2) Tata cara memperoleh izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara kegiatan dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada: 

a. Kapolda setempat yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Direktur Lalu Lintas, untuk kegiatan yang menggunakan Jalan nasional dan provinsi; 

b. Kapolres/Kapolresta setempat, untuk kegiatan yang menggunakan Jalan kabupaten/kota; 

c. Kapolsek/Kapolsekta untuk kegiatan yang menggunakan Jalan desa. 

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu pelaksanaan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: 

a. fotokopi KTP penyelenggara atau penanggungjawab kegiatan; 

b. waktu penyelenggaraan; 

c. jenis kegiatan; 

d. perkiraan jumlah peserta; 

e. peta lokasi kegiatan serta Jalan alternatif yang akan digunakan; dan 

f. surat rekomendasi dari: 

  1. satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan Jalan nasional dan provinsi; 
  2. satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan Jalan kabupaten/kota; atau
  3. kepala desa/lurah untuk penggunaan Jalan desa atau lingkungan.

ATURAN POLISI TIDUR

TAK BERIZIN : Pembuatan polisi tidur di SDN 002 tak berizin bisa membahayakan pengendara. Secara hukum bisa dipidanakan pihak yang membuat tanpa izin kepolisian.

Penempatan dan pembuatan alat pembatas kecepatan atau dengan nama lain polisi tidur, tidak boleh dilakukan sembarangan karena harus diselenggarakan oleh pihak yang mempunyai wewenang untuk itu. Apabila masyarakat ingin memasang alat pembatas kecepatan, hal itu hanya dimungkinkan apabila mengacu pada ketentuan peraturan daerah masing-masing.

Istilah ‘polisi tidur’ tidak ditemukan secara khusus dalam UURI 22/2009 tentang LLAJ. Namun, dalam beberapa peraturan daerah, polisi tidur ini dikenal dengan nama tanggul jalan atau tanggul pengaman jalan. Sedangkan dalam UU LLAJ, dikenal dengan istilah alat pengendali dan pengaman pengguna jalan atau alat pembatas kecepatan dalam PP 79/2013 tentang Jaringan LLAJ.

Sedangkan, polisi tidur menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah:

Bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk menghambat laju kendaraan.

Lalu Lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.

Prasarana lalu lintas dan angkutan didefinisikan dalam Pasal 1 angka 6 UU LLAJ sebagai berikut:

Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan adalah ruang lalu lintas, terminal, dan perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, serta fasilitas pendukung.

Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa:

  1. rambu lalu lintas
  2. marka jalan;
  3. alat pemberi isyarat lalu lintas;
  4. alat penerangan jalan;
  5. alat pengendali dan pengaman pengguna jalan;
  6. alat pengawasan dan pengamanan jalan;
  7. fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat; dan
  8. fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. 

‘Polisi Tidur’ Sebagai Alat Pengendali Pengguna Jalan

Alat pengendali pengguna jalan digunakan untuk pengendalian atau pembatasan terhadap kecepatan dan ukuran kendaraan pada ruas-ruas jalan.

Alat pengendali pengguna jalan terdiri atas:

  1. alat pembatas kecepatan, digunakan untuk memperlambat kecepatan kendaraanberupa peninggian sebagian badan jalan dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang terhadap badan jalan; dan
  2. alat pembatas tinggi dan lebar, merupakan kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membatasi tinggi dan lebar kendaraan memasuki suatu ruas jalan tertentu, berupa portal jalan atau sepasang tiang yang ditempatkan di sisi kiri dan sisi kanan jalur lalu lintas.

Jika melihat penjelasan di atas, maka polisi tidur yang Anda maksud adalah alat pembatas kecepatan.

Alat pembatas kecepatan meliputi:

  1. Speed bumb;
  2. Speed hump; dan
  3. Speed table.

Standar polisi tidur di jalanan kampung, jalanan umum, dan jalanan perumahan :

Ketentuan Speed Bump

Speed bump berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi sebagai berikut:

  1. terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki kinerja serupa;
  2. ukuran tinggi antara 5 cm sampai dengan 9 cm, lebar total antara 35 cm sampai dengan 39 cm dengan kelandaian paling tinggi 50%; dan
  3. kombinasi warna kuning atau putih dan warna hitam berukuran antara 25 cm sampai dengan 50 cm.

Alat pembatas kecepatan berupa speed bump, dipasang pada area parkir, jalan khusus, atau jalan lingkungan terbatas sesuai dengan status jalan yang memiliki kecepatan operasional kurang dari 10 km/jam.

Ketentuan Speed Hump

Speed hump berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi sebagai berikut:

  1. terbuat dari bahan badan jalan atau bahan lainnya yang memiliki kinerja serupa;
  2. ukuran tinggi antara 8 cm sampai dengan 15 cm dan lebar bagian atas antara 30 cm sampai dengan 90 cm dengan kelandaian paling tinggi 15%; dan
  3. kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 cm dan warna hitam berukuran 30 cm.

Alat pembatas kecepatan berupa speed hump dipasang pada jalan lokal dan jalan lingkungan sesuai dengan status jalan yang memiliki kecepatan operasional kurang dari 20 km/jam.

Ketentuan Speed Table

Speed table berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi:

  1. terbuat dari bahan badan jalan atau blok terkunci dengan mutu setara K-300 untuk material permukaan speed table;
  2. memiliki ukuran tinggi antara 8 cm sampai dengan 9 cm, lebar bagian atas 660 cm dengan kelandaian paling tinggi 15%; dan
  3. memiliki kombinasi warna kuning atau warna putih berukuran 20 cm dan warna hitam berukuran 30 cm.

Alat pembatas kecepatan berupa speed table dipasang pada jalan kolektor sekunder, jalan lokal, dan jalan lingkungan sesuai dengan status jalan serta tempat penyeberangan jalan (raised crossing/raised intersection) yang memiliki kecepatan operasional kurang dari 40 km/jam.

IZIN POLISI TIDUR

Penyelenggaran alat pembatas kecepatan dalam sebagai penyelenggaraan alat pengendali dan pengaman pengguna jalan meliputi kegiatan:

  1. Penempatan dan pemasangan;
  2. Pemeliharaan; dan

Pada dasarnya tidak ada perizinan untuk masyarakat umum terkait alat pembatas kecepatan karena kewenangan itu diselenggarakan oleh pemerintah (khusus untuk jalan tol diselenggarakan oleh badan usaha jalan tol). Penyelenggaraan tersebut dilakukan oleh:

  1. Direktur Jenderal, untuk jalan nasional di luar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi;
  2. Kepala Badan, untuk jalan nasional yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi;
  3. Gubernur, untuk jalan provinsi;
  4. Bupati, untuk jalan kabupaten dan jalan desa;
  5. Walikota, untuk jalan kota.
  6. Badan usaha untuk jalan tol, setelah mendapatkan penetapan Dirjen Perhubungan Darat.

Penempatan dan pemasangan alat pembatas kecepatan harus pada ruang manfaat jalan, kecuali untuk alat pengaman pengguna jalan berupa jalur penghentian darurat. Hal itu dilakukan dengan memperhatikan:

  1. desain geometrik jalan;
  2. karakteristik lalu lintas;
  3. kelengkapan bagian konstruksi jalan;
  4. kondisi struktur tanah;
  5. perlengkapan jalan yang sudah terpasang; dan
  6. fungsi dan arti perlengkapan jalan lainnya.

Untuk penempatan dan pemasangan alat pembatas kecepatan pada jalur lalu lintas dapat didahului dengan pemberian tanda dan pemasangan rambu lalu lintas.

BISA DIPIDANA

BERDAMPAK : Bermaksud memberikan kepedulian tetapi bisa dipidana. Ini dilakukan akibat memikirkan kepentingan sepihak tanpa melihat aturan negara.

Setiap orang pada dasarnya dilarang memasang alat pembatas kecepatan, apalagi perbuatan itu dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan, serta kerusakan fungsi perlengkapan jalan. 

Sanksi,

Pasal 274 UU No.22/2009 tentang LLAJ

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).

Pasal 28

(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.

(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1).

Pasal 25

(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:

a. Rambu Lalu Lintas;

b. Marka Jalan;

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;

d. alat penerangan Jalan;

e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;

f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;

g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan

h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah

Dalam UU no.22/2009 tentang LLAJ, PP 79/2013, dan Permenhub 82/2018 sebagaimana diubah dengan Permenhub 14/2021 tidak ada pengaturan tentang izin pemasangan alat pembatas kecepatan oleh masyarakat. Sehingga kami simpulkan masyarakat tidak memiliki kewenangan untuk itu sesuai peraturan di atas.

Secara spesifik sebagai contoh di DKI Jakarta, pengaturan alat pembatas kecepatan diatur di dalam Perda DKI Jakarta 8/2007. DKI Jakarta diperbolehkan membuat atau memasang tanggul jalan dengan izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Jika tidak memiliki izin dapat dikenakan sanksi.

Maka menurut hemat kami, dalam penempatan dan pembuatan alat pembatas kecepatan atau polisi tidur, tidak boleh dilakukan sembarangan karena harus diselenggarakan oleh pihak yang mempunyai wewenang untuk itu. Apabila masyarakat ingin memasang alat pembatas kecepatan, hal itu hanya dimungkinkan apabila peraturan daerah masing-masing telah mengaturnya.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
  4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2018 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *