Minggu tanggal 17 Maret 2024, hari Perawat Nasional. Lantas seperti apa pengabdiannya menjadi perawat. Pasti seru bertugas di pedalaman. Sri Sahayu, suster (sebutan tenaga perawat wanita) lima tahun mengabdi di Kampung Jelmu Sibaq, Kecamatan Bentian Besar.
Persoalan yang mengemuka, adalah akses jalan. Kampung Jelmu Sibaq masih terisolir. Jalan di dalam kampung pun sulit dilintasi. Jalan tanah rusak ketika hujan. Seperti kondisi saat ini. Belum lagi terbatasnya fasilitas medis karena masih berstatus puskesmas pembantu (pustu).
Sri Sahayu menyebutkan, banyak petugas medis tidak mau mengabdi di daerah pedalaman. Kondisi yang ada diperlukan tantangan, sehingga butuh perjuangan.
Pengalaman pahit pun pernah dialaminya. Ketika ada warga yang sakit pada malam hari. Seorang diri menggunakan sepeda motor menapaki ruas jalan yang rusak. Ditambah saat itu hujan. “Waktu itu saya sepulang dari rumah warga yang sakit. Lokasi cukup jauh dari tempat saya tinggal. Kurang lebih satu jam waktu tempuh perjalanan,” kata Sri Sahayu.
Malam itu, hujan. Tapi beruntung masih bisa melintasi hingga tiba di kediamannya. “Rasa takut pun sampai hilang karena berpikir harus melewati jalan rusak dengan selamat,” kenangnya.
PELAYANAN : Suster Sri Sahayu (kanan) melayani kesehatan warga yang rawat jalan ke Pustu Jelmu Sibaq.
Tantangan lainnya, adanya keraguan terhadap kemampuan yang ada pada perawat seringkali dijumpai. Di samping itu munculnya stigma negatif sangat memengaruhi tingkat kesejahteraan perawat. Namun, ia tak berkecil hati menanggapi persoalan tersebut. Ia tetap tegar dan teguh berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Ia juga berpesan kepada seluruh perawat agar tetap semangati dimana pun bertugas. (Lukman)
